Minggu, 06 Maret 2016

TUGAS RESUME AKHLAK TASAWUF


A.    PENGERTIAN
Ada dua pendekatan yang dapat kita gunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistik ( kebahasaan ) dan pendekatan terminologik (peristilahan ). Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari kata bahasa arab, yaitu ismu mashdar ( bentuk infinitif ) dari kata akhlaq, yikhliqu, ikhlaqan.
Akhlak dari segi istilah menurut Ibn Miskawih (w. 421 H/1030 M) bahwa akhlak adalah
حا ل للنفس داعية لها الى افعا لها من غير فكر ولاروية (Sifat yang tetanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan). Sementara Imam al-Ghazali mengatakan bahwa akhlak adalah 
عبارةعن هيئة فى النفس راسخة عنها تصدر الافعالبسهو لة ويسر منغير حاجة الى فكر ورؤية (Sifat yang tetanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan perkembangan. Ciri-ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak:
1.      Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadinannya.
2.      Perbuatan akhlak adalah perbutan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa pada saat melakukan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur atau gila.
3.      Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjaknannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.
4.      Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dikalakukan dengan sesungguhnya, bukan bermain-main atau bersandiwara.
5.      Sejalan dengan ciri ke empat perbuatan akhlak (khusus perbuatan baik) adalah perbuatan  yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Alloh SWT.
Adapun pengertian ilmu akhlak adalah “Ilmu yang objek pembahasannya adalah tentang nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang dapat disifatkan dengan baik atau buruk.” Atau ilmu akhlak dapat pula disebut  “Ilmu yang berisi pembahasan dalam upaya mengenal tingkah laku manusia, kemudian memberikan nilai atau hukum kepada perbuatan tersebut, yaitu apakah perbautan tersebut tergolong baik atau buruk.
Kata akhlaq adalah bentuk jamak dari kata khulqun yang berati budi pekerti. Jika melihat penggunaan hadits Rasul SAW, maka benar arti akhlak berati budi pekerti. Dengan demikian kata akhlak atau khuluq secara kebahasaan  berati budi pekerti, adat kebiasaan, perangai, muru’ah, atau segala sesuatu yang menjadi tabiat.
Imam al-Ghazali mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan perkembangan. Adapun pengertian ilmu akhlak adalah ilmu atau ajaran baik buruk secara akal dan moralitas berdasarkan adat istiadat ataupun agama.
B.     RUANG LINGKUP
Ruang lingkup pembahasan ilmu akhlak adalah perbuatan manusia untuk selanjutnya diberikan penilaian apakah baik atau buruk, yang perbuatan tersebut dilakukan secara sadar dan dikehendaki pelakunya. Objek ilmu akhlak berkaitan dengan norma atau penilaian terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang.
Ahmad Amin mengatakan : “Tujuan mempelajari ilmu akhlak dan permasalahannya menyebabkan kita dapat menetapkan sebagian perbuatan lainnya sebagai yang baik dan sebagian yang lainnya sebagai yang buruk.Menurut Mustafa Zahri: untuk membersihkan qalbu dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan amarah sehingga hati menjadi suci bersih seperti cermin yang dapat menerima Nur Tuhan.”
Ilmu akhlak dikategorikan dekat dengan Ilmu Tasawuf, Ilmu Tauhid, Ilmu Pendidikan, Ilmu Jiwa dan Filsafat. Ilmu-ilmu yang erat hubungannya dengan Ilmu Akhlak tersebut dikemukakan sebagai berikut.
Para ahli Ilmu tasawuf membagi Tasawuf menjadi tiga bagian yaitu, tasawuf falsafi, tasawuf akhlaki, dan tasawuf amali. Ketiga tasawuf ini tujuannya mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang tercela dan menghiasi diri dengan perbuatan yang terpuji.
a.       Tasawuf falsafi menggunakan pendekatan rasio atau akal pikiran.
b.      Tasawuf akhlaki menggunakan pendekatan akhlak yang tahapannya pendiri dari takhalli, tahalli, dan tajalli.
c.       Tasawuf Amali menggunakan pendekatan amaliayah atau wirid, yangselanjutnya mengambil bentuk tarikat.
Dengan mengamalkan ilmu tasawuf seseorang dengan sendirinya akan berakhlak baik.Ilmu tasawuf menurut Harun Nasution adalah ketika mempelajari Tasawuf ternyata bahwa Alquran dan Alhadits mementingkan akhlak.
Ilmu tauhid menurut HarunNasution sebagai ilmu yang membahas tentang cara-cara mengesakan Tuhan. Ilmu tauhid disebut juga ilmu kalam secara harfiah artinya ilmu tentang kata-kata. Ilmu tauhid pada intinya upaya memahami dan meyakini adanya tuhan, dengan segala sifat dan perbuatannya. 
a.       Ilmu tauhid dilihat dari segi objek pembahasan, membahas masalah tuhan baik dari segi zat, sifat dan perbuatannya.
b.      Dilihat dari segi fungsinya, ilmu tauhid menghendaki agar seseorang yang bertauhid tidak cukup dengan menghafal rukun iman dengan dalil-dalil nya saja, tetapi yang terpenting adalah agar orang yang bertaukhid itu meniru dan mencontoh subjek yang ada dalam rukun iman itu.
c.       Ilmu taukhid dilihat dari erat nya kaitan antara iman dan amal sholeh. Ilmu taukhid memberikan landasan terhadap ilmu akhlak, dan ilmu akhlak memberikan penjabaran dan pengamalan dari ilmu taukhid.
3.      Hubungan Ilmu Tauhid dengan Ilmu Jiwa
Ilmu jiwa membahas tentang gejala-gejala kejiwaan yang tampak dalam tingkah laku.dengan demikian ilmu jiwa mengarahkan pada aspek batin manusia dengan cara meginterpretasikan perilaku yang tampak. Didalam ilmu jiwa terdapat informasi tentang perbedaan psikologis yang dialami seseorang pada setiap jenjang usianya. Msalnya, pada usia balita, anak cenderung emosional dan manja. Sedangkan pada usia anak-anak cenderung meniru orang tua nya dan bersikap rekreatif. Gejala psikologis seperti ini memberi informasi tentang perlunya menyampaikan ajaran akhlak sesuai dengan perkembangan jiwanya.
Ilmu pendidikan berbicara mengenai berbagai aspek yang ada hubungannya dengan tercapainya tujuan pendidikan. Dalam ilmu ini dibahas juga tentang rumusan tujuan pendidikan, materi pelajaran, guru, metode, sarana dan prasarana, lingkungan, bimbingan, proses belajar mengajar dan lain sebagainya. Menurut ahmad b.marinba bahwa tujuanpendidikan identik dengan tujuan hidup seorang muslim. Sementara itu, mohd. Athiyah al abrasyi, mengatakan bahwa pendidikan budipekerti jiwa adalah jiwa dari pendidikan islam. Mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan yang sebenarnya dari pendidikan. Selanjutnya al attas megatakan bahwa tujuan pendidikan islam adalah manusia yang baik..
Filsafat diambil dari bahasa arab yaitu falsafah, dari bahasa Yunani pilosophia, kata majemuk yang terdiri dari kata philos yang artinya cinta atau suka, dan kata shopia yang artinya bijaksana. Dengan demikian, secara etimologis kata filsafat memberikan pengertian cinta kebijaksanaan. Orangnya disebut pilosopher atau failasuf (istilah failasuf, lihat ibn Mandzur dalam lisan al-Arab). Secara terminologis, filsafat mempunyai arti yang bermacam-macam, sebanyak orang yang memberikan pengertian atau batasan. Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha menyelidiki segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada dengan mengunakan pikiran.
Dengan demikian, jelaslah bahwa etika atau akhlak termasuk salah satu komponen dalam filsafat. Banyak ilmu-ilmu yang pada mulanya merupakan bagian filsafat karena ilmu tersebut kian meluas dan berkembang yang pada akhirnya membentuk rumah tangganya sendiri dan terlepas dari filsafat. Demikian juga etika atau akhlak dalam proses perkembangannya, sekalipun masih diakui sebagai bagian dalam pembahasan filsafat, kini telah merupakan ilmu yang mempunyai identitas sendiri.
1.      Akhlak pada Bangsa Yunani
Pertumbuhan dan perkembangan ilmu akhlak pada masa Yunani baru terjadi setelah munculnya apa yang disebut Sophisticians, yaitu orang-orang yang bijaksana (500-450 SM). Dasar yang digunakan para pemikir Yunani dalam membangun ilmu akhlak adalah pemikiran filsafat tentang manusia atau pemikiran tentang manusia.
2.      Akhlak pada Agama Nasrani
Pada akhir abad ke 3M tersiarlah agama Nasrani di Eropa. Dengan demikian ajaran akhlak ini bersifat teocenti (memusat pada Tuhan) dan Sufistik (bercorak batin).
3.      Akhlak pada Bangsa Romawi
Kehidupan masyarakat Eropa pada abad pertengahan dikuasai oleh gereja. Dengan demikian ajaran akhlak yang lahir di Eropa pada abad pertengahan itu adalah ajaran akhlak yang dibangun dari perpaduan ajaran Yunani dan ajaran Nasrani.
4.      Akhlak pada Bangsa Arab
Bangsa Arab tidak mempunyai ahli filsafat pada masa jahiliyah, tapi pada masa itu bangsa arab mempunyai ahli hikmah dan ahli syair yang syair-syairnya memerintah agar berbuat baik .
Agama Islam intinya mengajak manusia agar percaya kepada Allah .agama Islam juga mengandung jalan hidup manusia yang paling sempurna dan memgajarkan kesejahteraan Akhlak islam bercorak pada 2 yaitu : akhlak yang bercorak normati dan akhlak yang bercorak rasional dan cultural
Pada akhir abad ke-15 Masehi, Eropa mengalami kebangkitan dalam bidang filsafat, ilmu pengetahuan dan teknologi. Segala sesuatu yang selama ini dianggap mapan mulai diteliti, dikritik dan diperbaharui, hingga akhirnya mereka menetapkan pola bertindak dan berpikir secara liberal. Shafesbury dan Hatshson berkata bahwa di dalam diri manusia terdapat indra insting yang dapat mengetahui dengan sendirinya terhadap sesuatu yang baik atau buruk.
Selanjutnya Immanuel Kent berpendapat bahwa setiap perbuatan yang dilakukan seseorang dengan alasan mentaati perintah intuisi secara absolut, yakni dia melakukan sesuatu semata-mata karena intuisinya memerintahkannya, dan dia tidak mempunyai tujuan lain dari perbuatan itu, dan perbuatan yang seperti itulah yang disebut perbuatan akhlaqi.
Dari segi bahasa, baik adalah terjemahan dari kata khair dalam bahasa Arab, atau good dalam bahasa Inggris. Baik atau kebaikan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan yang luhur, bermartabat, menyenangkan dan disukai manusia. Sedangkan yang disebut buruk adalah syar dalam bahasa Arab, atau sesuatu yang dinilai sebaliknya dari yang baik dan tidak disukai kehadirannya oleh manusia.
1.      Baik Buruk Menurut Aliran Adat-Istiadat (Sosialisme)
Menurut aliran ini baik dan buruk ditentukan berdasarkan adat-istiadat yang berlaku dan  adat-istiadat yang berlaku dan dipegang teguh oleh masyarakat. Adat istiadat, selanjutnya disebut pula sebagai pendapat umum.
2.      Baik Buruk Menurut Aliran Hedonisme
Menurut paham ini perbuatan baik adalah perbuatan yang banyak mendatangkan kelezatan, kenikmatan dan kepuasan nafsu biologis.
3.      Baik Buruk Menurut Paham Utilitarisme
Secara harfiah utilis artinya berguna. Menurut paham ini bahwa yang dikatakan baik adalah yang berguna.
4.      Baik Buruk Menurut Paham Vitalisme
Menurut paham ini yang baik adalah yang mencerminkan kekuatan dalam hidup manusia. Kekuatan dan kekuasaan yang menaklukan orang lain yang lemah dianggap baik. Paham ini lebih lanjut cenderung pada sikap binatang, dan berlaku siapa yang kuat dan menang itulah yang baik.
5.      Baik Buruk Menurut Paham Religionisme
Menurut paham ini yang dianggap baik adalah perbuatan yang sesuai dengan kehendak Tuhan, sedangkan perbuatan buruk adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan.
6.      Baik Buruk Menurut Paham Evolusi
Menurut Herbert Spencer (1820-1903) mengatakan bahwa perubahan akhlak itu tumbuh secara sederhana, kemudian meningkat sedikit demi sedikit berjalan kearah cita-cita yang dianggap sebagai tujuan. Perbuatan itu baik jika sesuai dengan cita-cita itu dan buruk  jika jauh daripadanya. Sedangkan tujuan hidup manusia adalah mencapai cita-citanya atau paling tidak mendekati sedikit mungkin.
C.     SIFAT DARI BAIK DAN BURUK
Sifat dan corak baik buruk yang didasarkan pada pandangan filsafat yaitu sesuai dengan sifat filsafat itu yakni berubah, realatif nisbi, dan tidak universal. Sifat dari baik dan buruk yang demikian itu tetap berguna sesuai dengan zamannya, dan ini dapat digunakan untuk menjabarkan ketentuan baik dan buruk yang terdapat dalam ajaran akhlak yang bersumber dari ajaran Islam.
Menurut ajaran Islam penentuan baik dan buruk harus didasarkan pada petunjuk Al-Qur’an dan Al-Hadits. Jika kita perhatikan Al-Qur’an maupun hadits banyak istilah yang mengacu kepada baik, dan ada pula istilah yang mengacu kepada buruk. Di antara istilah yang mengacu pada baik misalnya hasanah, thoyyibah, khairoh, karimah, mahmudah, azizah dan birr. Adanya istilah kebaikan yang demikian variatif yang diberikan Al-Qur’an dan Hadits itu menunjukan bahwa penjelasan terhadap sesuatu yang baik menurut ajaran Islam itu jauh lebih lengkap dibandingkan dengan arti kebaikan yang dikemukakan sebelumnya.
A.    ARTI PEMBENTUKAN AKHLAK
Masalah pembentukan akhlak sama dengan tentang tujuan pendidikan. Jadi pembentukan akhlak atau tujuan pendidikan adalah identik dengan tujuan hidup setiap Muslim, yaitu untuk menjadi hamba Allah, yaitu hamba yang percaya dan menyerahkan diri kepada-Nya dengan memeluk agama Islam.
Pembianaan akhlak merupakan tumpuan pertama dalam Islam. Hal ini dapat dilihat dari salah satu misi kerosulan Nabi Muhammad SAW yang utama adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Pembinaan akhlak dalam Islam juga terintegrasi dengan pelaksanaan rukun Islam, karena dalam rukun Islam yang lima itu terkandung konsep pembinaan akhlak.
Untuk menjelaskan faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak pada khususnya dan pendidikan pada umunya, ada tiga aliran yang sudah amat populer, yaitu:
1.      Aliran Nativisme
Menurut aliran ini bahwa faktor yang paling berpengaruh dalam pembentukan akhlak adalah faktor bawaan dari dalam yang bentuknya berupa kecenderungan, bakat, akal dan lain-lain.
2.      Aliran Empirisme
Faktor yang paling berpengaruh dalam pembentukan diri seseorang adalah faktor dari luar, yaitu lingkungan sosial, termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan.
3.      Aliran Konvergensi
Berpendapat pembentukan akhlak dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu pembawaan si anak, dan faktor dari luar yaitu pendidikan dan pembinaan yang dibuat secara khusus.
D.    MANFAAT AKHLAK YANG MULIA
1.      Memperkuat dan menyempurnakan agama.
2.      Mempermudah perhitungan amal di akhirat.
3.      Menghilangkan kesulitan.
4.      Selamat hidup di dunia dan di akhirat.
Metode: keteladanan, pembiasaan, nasehat, cerita, contoh, gagasan.
Ada dua pendapat yang menjelaskan tentang kebebasan manusia, yaitu: Pertama kelompok yang berpendapat bahwa manusia memiliki kehendak bebas dan merdeka untuk melakukan perbuatannya menurut kemauannya sendiri. Kedua kelompok yang berpendapat bahwa manusia tidak memiliki kebebasan untuk  melakukan perbuatannya secara bebas karena mereka dibatasi dan ditentukan oleh Tuhan.
Dilihat dari sifatnya kebebasan terbagi tiga, yaitu:
1.      Kebebasan jasmaniah yaitu kebebasan dalam menggerakkan dan mempergunakan anggota badan yang kita miliki.
2.      Kebebasan kehendak (rohaniah), yaitu kebebasan untuk menghendaki sesuatu. Jangkauan kebebasan kehendak adalah sejauh kemungkinan untuk berpikir, karena manusia dapat memikirkan apa saja dan dapat menghendaki apa saja.
3.      Kebebasan moral yang dalam arti luas berarti tidak ada macam macam-macam ancaman, tekanan, larangan, dan lain desakan yang berupa paksaan fisik. Dan dalam arti sempit berarti tidak ada kewajiban, yaitu kebebasan berbuat apabila terdapat kemungkinan untuk bertindak
B.     Tanggung Jawab
Sikap moral yang dewasa adalah sikap bertanggung jawab. Tak mungkin ada tanggung jawab tanpa ada kebebasan. Tanggung jawab dalam kerangka akhlak adalah keyakinan bahwa tindakannya itu baik. Uraian tersebut menunjukan bahwa tanggung jawab erat kaitannya dengan kesenjangan atau perbuatan yang dilakukan dengan kesadaran.
C.     Hati Nurani
Hati nurani atau intuisi merupakan tempat dimana manusia dapat memperoleh saluran ilham dari Tuhan. Hati nurani ini diyakini selalu cenderung kepada kebaikan dan tidak suka kepada keburukan. Karena sifat yang demikian itu, maka hati nurani harus dijadikan salah satu pertimbangan dalam melaksanakan kebebasan yang ada dalam diri manusia, yaitu kebebasan yang tidak menyalahi hati nuraninya.
Masalah kebebasan, tanggung jawab dan hatu nurani adalah faktor dominan yang menentukan suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan akhlaki. Disinilah letak hubungan fungsional antara kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani dengan akhlak. Karenanya dalam membahas akhlak seseorang tidak dapat meninggalkan pembahasan mengenai kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani.
A.    PERSOALAN HAK
Hak dapat diartikan wewenang yang secara etis seseorang dapat mengerjakan, memiliki, meninggalkan, mempergunakan atau menuntut sesuatu.
Ada bermacam-macam hak dan ada dua faktor yang menyertainya, yaitu:
1.      Faktor yang merupakan hal ( obyek) yang dihakki (dimiliki) yang selanjutnya disebut hak  obyektif. Hak ini baik berupa fisik maupun non fisik.
2.      Faktor orang (subyek) yang berhak, yang berwenang untuk bertindak menurut sifat-sifat itu, yang selanjutnya disebut hak subyektif.
B.     KEWAJIBAN
Karena hak merupakan wewenang dan bukan kekuatan, maka ia merupakan tuntutan, dan terhadap orang lain kewajiban itu menimbulkan kewajiban, yaitu kewajiban menghormati terlaksananya hak-hak orang lain.
C.     KEADILAN
Sejalan dengan adanya hak dan kewajiban itu maka timbul pula keadilan. Poedjawijatna mengatakan bahwa keadilan adalah pengakuan dan perlakuan hak (yang sah). Sedangkan menurut Islam keadilan adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan pada persamaan atau bersikap tengah-tengah atas dua perkara. Demikian pentingnya masalah keadilan dalam rangka pelaksanaan hak dan kewajiban ini Allah SWT berfirman:
 ان ا لله يأ مر با لعد ل والاحسان وا يتائ ذى القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغي “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. An-Nahl : 90)
Hak merupakan bagian dari akhlak, karena akhlak harus dilakukan oleh seseorang sebagai haknya. Akhlak yang mendarah daging itu kemudian menjadi kepribadian dari seseorang yang darinya timbul kewajiban untuk melaksanakan tanpa rasa berat. Sedangkan keadilan dalam teori pertengahan ternyata merupakan induk akhlak. Dengan terlaksananya hak, kewajiban dan keadilan maka akan mendukung terciptanya akhlaki.
AKHLAK ISLAMI DALAM KAITANNYA DENGAN STATUS PRIBADI
A.    SUMBER DAN CIRI-CIRI AKHLAK ISLAMI
Sumber Pembentukan Akhlak
1.      Kitab - kitab Allah.
2.      Al-Qur’an sebagai kalam Allah.
3.      Pemahaman terhadap kitab/kalam Allah.
4.      Berbagai perkataan, sikap, perbuatan, dan tindakan para ambiya I wal mursalin.
5.      As-Sunnaturrasul (perkataan, sikap, perbuataan, taqrir Nabi Muhammad).
6.      Sikap dan perbuatan para auliya dan ulama sholeh yang bersumber dan berlandaskan ajaran agama Islam.
7.      Kitab-kitab yang berisi soal tafsir, hadist, aqidah, syariah, fiqih, dan akhlak tasawuf dalam kehidupan beragama.
Akhlak Islami adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah, disengaja, mendarah daging dan sebenarnya dan didasarkan pada ajaran Islam.
Adapun ciri-ciri akhlak Islamiyah ialah:
1.      Bersifat mutlak dan menyeluruh
Akhlak Islamiyyah bersifat mutlak, tidak boleh dipindah atau diubah, dikenakan kepada seluruh individu tanpa mengira keturunan, warna kulit, pangkat, tempat, dan masa.
2.      Melengkapkan dan menyempurnakan tuntutan
Ditinjau dari sudut kejadian manusia yang dibekalkan dengan berbagai naluri, akhlak Islamiyyah adalah merangkumi semua aspek kemanusiaan rohaniyyah, jasmaniyyah dan aqliyyah, sesuai dengan semua tuntutan naluri dalam usaha mengawal sifat-sifat yang tercela (sifat-sifat mazmumah) untuk kesempurnaan insan, bukan untuk mengawal kebebasan pribadi seseorang.
3.      Bersifat sederhana dan seimbang
Tuntutan akhlak dalam Islam adalah sederhana, tidak membebankan sehingga menjadi pasif dan tidak pula membiarkan sehingga menimbulkan bahaya dan kerusakan.
4.      Mencakupi perintah dan larangan
Bagi kebaikan manusia, perlaksanakan akhlak Islamiyyah meliputi perintah dan larangan dengan tidak boleh mengutamakan atau mengabaikan mana-mana aspek tersebut.
5.      Bersih dalam perlaksanaan
            Untuk mencapai kebaikan, akhlak Islmaiyyah memerintah supaya cara dan metode perlaksanaan sesuatu perbuatan dan tindakan itu hendaklah dengan cara yang baik dan saluran yang benar yang telah ditetapkan oleh akhlak Islamiyyah. Artinya untuk mencapai suatu matlamat, cara perlaksanaannya mestilah bersih menurut tata cara Islam.
6.      Matlamat tidak menghalalkan cara Keseimbangan
Akhlak dalam Islam membawa kesinambungan bagi tuntutan realiti hidup antara rohaniyyah dan jasmaniyyah serta aqliyyah, dan antarakehidupan dunia dan akhirat sesuai dengan tabii manusia itu sendiri.
B.     PRIBADI SEBAGAI HAMBA ALLAH
Posisi manusia di alam atau kehidupan dunia ini, juga merupakan tujuan penciptaan manusia oleh Allah SWT, adalah sebagai hamba (‘abid). Sebagai hamba, tugas utama manusia adalah mengabdi (beribadah) kepada Sang Khaliq; menaati perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Hubungan manusia dengan Allah SWT bagaikan hubungan seorang hamba (budak) dengan tuannya. Si hamba harus senantiasa patuh, tunduk, dan taat atas segala perintah tuannya. Demikianlah, karena posisinya sebagai ‘abid, kewajiban manusia di bumi ini adalah beribadah kepada Allah dengan ikhlas sepenuh hati (Q.S. 2:21, 98:5, 52:56).Ibadah berakar kata ‘abada yang artinya mengabdikan diri, menghambakan diri. Ibadah dalam arti sempit ialah aktivitas keagamaan ritual seperti shalat, puasa, dan haji.
Dalam arti luas, ibadah adalah melaksanakan hidup sesuai dengan syariat Islam; aktivitas ekonomi –seperti berdagang, politik, seni, dan lainnya sesuai dengan nilai-nilai Islam. Semua perbuatan baik yang mendatangkan manfaat bagi diri dan orang lain adalah ibadah atau amal saleh.
Seorang Muslim harus memahami benar posisinya di hadapan Allah sebagai ‘abid ini. Pemahamannya itu harus terwujudkan dalam perilaku Islami, karena secara ideal, seseorang yang mengaku Muslim, dirinya telah benar-benar ter-shibghah (tercelup) kedalam “celupan Allah”, yakni syariat Islam.Muslim yang sudah ter-shibgah, segala perilaku kesehariannya berpedoman pada ajaran Islam, setiap gerak langkah dan perbuatannya “dikendalikan” oleh syariat Islam, sehingga ia selalu berbuat kebaikan dalam segala hal. Wallahu a’lam.

C.     PRIBADI SEBAGAI ANAK
Kewajiban anak adalah penghormatan (dan tentu ketaatan) dan haknya adalah memperoleh kasih-sayang. Idealnya, prinsip ini tidak bisa dipisahkan. Artinya, seorang diwajibkan menghormati jika memperoleh kasih-sayang. Dan orang tua diwajibkan menyayangi jika memperoleh penghormatan. Ini timbal-balik yang jika harus menunggu yang lain akan seperti telur dan ayam. Tidak ada satupun yang memulai untuk memenuhi hak yang lain. Padahal biasanya, seseorang memperoleh hak jika telah melaksanakan kewajiban. Karena itu, yang harus didahulukan adalah kewajiban. Tanpa memikirkan hak yang mesti diperoleh. Orang tua seharusnya menyayangi, dengan segala perilaku, pemberian dan perintah kepada anaknya selamanya. Begitu juga anak harus menghormati dan memuliakan orang tua selamanya. Sebagai wujud bakti kita terhadap orang tua kita harus mengetahui mana akhlak yang harus kita lakukan dan kebiasaan buruk yang harus kita jauhi agar tidak menyakiti hati orang tua.
Sebagai wujud rasa terima kasih kita terhadap orang tua tentulah tidak cukup hanya dengan mengucapkan rasa syukur dan terimakasih. Kasih sayang orang tua harus kita balas juga dengan kasih sayang dengan cara berbakti kepada mereka dengan tiada akhir. Meskipun anak sudah dewasa dan berkeluarga, anak masih memiliki kewajban dan tanggung jawabterhadap orang tuanya.
Beginilah cara al-Qur’an dan hadits-hadits menjelaskan mengenai kewajiban anak terhadap orang tua. Mereka harus menghormati, mentaati , berbuat baik dan tidak berkata buruk atau sesuatu yang menyakitkan kedua orang tua. “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia” QS. Al-Isra’, 17: 23. Karena kedua orang tua, terutama ibu, telah mengawali melakukan kewajiban dengan kasih sayang yang dilimpahkan. Sejak anak masih berupa bayi, bahkan masih dalam kandungan. Hamil dengan penuh beban kesusahan, melahirkan, menyusui, merawat, mendidik dan menafkahi dan saat melahirkan ibu melakukan taruhan nyawa dan darah. Semua itu merupakan bentuk kasih sayang yang telah dilakukan kedua orang tua (Lihat: QS. Luqman, 31: 14 dan QS al-Ahqaf, 46: 15). Jadi, tinggal anak yang berkewajiban untuk menghormati dan memuliakan kedua orang tuanya.
D.    AKHLAK KEPADA AYAH DAN IBU
Orang tua adalah penyebab perwujudan kita. Kalaulah mereka itu tidak ada, kitapun tidak akan pernah ada. Kita tahu bahwa perwujudan itu disertai dengan kebaikan dan kenikmatan yang tak terhingga banyaknya, plus berbagi rizki yang kita peroleh dan kedudukan yang kita raih. Orang tua sering kali mengerahkan segenap jerih paya mereka untuk menghindarkan bahaya dari diri kita. Mereka bersedia kurang tidur agar kita bisa beristirahat. Mereka memberikan kesenangan-kesenangan kepada kita yang tidak bisa kita raih sendiri. Mereka memikul berbagai penderitaan dan mesti berkorban dalam bentuk yang sulitkitabayangkan.
Dengan demikian, menghardik kedua orang tua dan berbuat buruk kepada mereka tidak mungkin terjadi kecuali dari jiwa yang bengis dan kotor, berkurang dosa, dan tidak bisa diharap menjadi baik. Sebab, seandainya seseorang tahu bahwa kebaikan dan petunjuk allah mempunyai peranan yang sangat besar, tentunya siapa tahu pula bagaimana harus berbuat baik kepada orang yang semestinya diperlakukan dengan baik., bersikap mulia terhadap orang yang telah membimbing, berterima kasih kepada orang yang telah memberikan kenikmatan sebelum dia sendiri bisa mendapatkannya, dan yang telah melimpahinya dengan berbagai kebaikan yang tak mungkin bisa di balas. Orang tua adalah orang-orang yang bersedia berkorban demi anaknya, tanpa memperdulikan apa balasan yang akan diterimanya.
Ada tiga persyaratan yang harus dipenuhi, agar seorang anak bisa disebut sebagai anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya:
1.      Lebih mengutamakan ridha dan kesenangan kedua orang tua daripada ridha diri sendiri, isteri, anak, dan seluruh manusia.
2.      Menaati orang tua dalam semua apa yang mereka perintahkan dan mereka larang baik sesuai dengan keinginan anak ataupun tidak sesuai dengan keinginan anak. Selama keduanya tidak memerintahkan untuk kemaksiatan kepada Allah.
3.      Memberikan untuk kedua orang tua kita segala sesuatu yang kita ketahui bahwa hal tersebut disukai oleh keduanya sebelum keduanya meminta hal itu. Hal ini kita lakukan dengan penuh kerelaan dan kegembiraan dan selalu diiringi dengan kesadaran bahwa kita belum berbuat apa-apa meskipun seorang anak itu memberikan hidup dan hartanya untuk kedua orang tuanya
E.     AKHLAK KEPADA ANGGOTA MASYARAKAT ATAU JAMA’AH
Akhlak kepada Anggota Masyarakat akhlak mulia merupakan akhlak yang berlaku dan berlangsung di atas jalur Al-Qur’an dan perbuatan nabi Muhammad Saw. Dalam sikap dan perbuatan. Seperti di dalam Al-Qur’an surat l-Qalam ayat 4.“Dan sesungguhnya engkau Muhammad mempunyai akhlak yang mulia”. Dengan demikian setiap muslim diwajibkan untuk memelihara norma-norma (agama) di masyarakat terutama di dalam pergaulan sehari-hari baik keluarga rumah tangga, kerabat, tetangga dan lingkungan kemasyarakatan.Sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan. Mengaca pada pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa akhlak lahir dari sifat yang sudah ada dalam diri kita,oleh karena itu kita harus membiasakan diri kita untuk berbuat baik kepada siapa saja. Terutama dalam masyarakat kita dapat membiasakannya. Tolong-menolong untuk kebaikan dan takwa kepada Allah adalah perintah Allah, yang dapat ditarik hukum wajib kepada setiap kaum muslimin dengan cara yang sesuai dengan keadaan objek orang bersangkutan, Allah berfirman dalam Al-Qur’ansuratAl-Maidah,ayat:2 yang artinya: dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran/permusuhan”.
Pergaulan yang sesuai dengan norma-norma agama, ada beberapa yang harus di perhatikan yakni bagaimana cara berbahasa, cara salam, cara makan dan minum, cara di majles pertemuan, cara minta ijin masuk, cara member ucapan selamat, cara berkelakar atau becanda, cara menjenguk orang sakit, dan cara ta’ziah.
F.      AKHLAK DA’I/MUBALLIGH/GURU/HAKIM
1.      Akhlak da’i/muballigh
Pilar utama akhlak da’i atau muballigh dalam berdakwah yaitu berakhlakul karimah sebagai pondasi utama dalam menanamkan nilai-nilai kepercayaan. Kemudian dipertegas dalam aplikasinya dengan menumbuhkan sifat siddiq.
Tujuan seorang da’I, antara lain:
Pertama, adalah menetapkan dalam jiwa setiap muslim bahwa ajaran agamanya merupakan sistem hidup yang terakhir yang sesuai dengan perkembangan dalam sejarah kemanusiaan, mengatasi semua agama yang ada dipentas bumi ini dan penutup bagi seluruh agama.
Kedua, adalah mendorong bagi setiap muslim untuk memantapkan niat guna berjihad dalam menegakkan agama-Nya dengan ketegaran tanpa adanya kebimbangan antara ucapan dan tindakan.
Pelaksanaan dakwah harus memperhatikan prinsip-prinsip kepemimpinan yang baik yaitu:
1.      Sifat terbuka
2.      Berani berkorban
3.      Aktif berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat
4.      Sanggup menjadi pelopor dan perintis dalam kebajikan
5.      Menggembangkan sifat-sifat kooperatif, kemanusiaan dan sikap-sikap toleransi, kebijaksanaan dan keadilan social
6.      Tidak menjadi parasit atau membebani masyaraka
7.      Percaya diri dan yakin akan kebenaran yang dibawanya
8.      Optimisme dan tidak mudah putus asa
2.      Akhlak guru
Seorang guru adalah seorang pendidik. Pendidik ialah “orang yang memikul tanggung jawab untuk membimbing”. Pendidik tidak sama dengan pengajar, sebab pengajar itu hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran kepada murid.
Untuk menjadi seorang pendidik yang baik, Imam Al-Ghazali menetapkan beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh seorang guru.
Pertama, Jika praktek mengajar merupakan keahlian dan profesi dari seorang guru, maka sifat terpenting yang harus dimilikinya adalah rasa kasih sayang. Sifat ini dinilai penting karena akan dapat menimbulkan rasa percaya diri dan rasa tenteram pada diri murid terhadap gurunya. Hal ini pada gilirannya dapat menciptakan situasi yang mendorong murid untuk menguasai ilmu yang diajarkan oleh seorang guru.
Kedua, karena mengajarkan ilmu merupakan kewajiban agama bagi setiap orang alim (berilmu), maka seorang guru tidak boleh menuntut upah atas jerih payahnya mengajarnya itu.Seorang guru harus meniru Rasulullah SAW.yang mengajar ilmu hanya karena Allah, sehingga dengan mengajar itu ia dapat bertaqarrub kepada Allah. Demikian pula seorang guru tidak dibenarkan minta dikasihani oleh muridnya, melainkan sebaliknya ia harus berterima kasih kepada muridnya atau memberi imbalan kepada muridnya apabila ia berhasil membina mental dan jiwa. Murid telah memberi peluang kepada guru untuk dekat pada Allah SWT.
 Ketiga, seorang guru yang baik hendaknya berfungsi juga sebagai pengarah dan penyuluh yang jujur dan benar di hadapan murid-muridnya.Ia tidak boleh membiarkan muridnya mempelajari pelajaran yang lebih tinggi sebelum menguasai pelajaran yang sebelumnya. Ia juga tidak boleh membiarkan waktu berlalu tanpa peringatan kepada muridnya bahwa tujuan pengajaran itu adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Keempat, dalam kegiatan mengajar seorang guru hendaknya menggunakan cara yang simpatik, halus dan tidak menggunakan kekerasan, cacian, makian dan sebagainya.
Kelima, seorang guru yang baik juga harus tampil sebagai teladan atau panutan yang baik di hadapan murid-muridnya. Bersikap toleran dan mau menghargai keahlian orang lain. Tidak mencela ilmu-ilmu yang bukan keahliannnya atau spesialisasinya.
 Keenam, seorang guru yang baik juga harus memiliki prinsip mengakui adanya perbedaan potensi yang dimiliki murid secara individual dan memperlakukannya sesuai dengan tingkat perbedaan yang dimiliki muridnya itu.
Ketujuh,Memahami bakat, tabiat dan kejiwaannya muridnya sesuai dengan tingkat perbedaan usianya.
Kedelapan, berpegang teguh kepada prinsip yang diucapkannya, serta berupaya untuk merealisasikannya sedemikian rupa.
3.      Akhlak hakim
Adabulqadhiadalahsalahsatutingkahlaku yang baikdanterpuji yang harusdilaksanakanolehseorang hakim dalamberinteraksi sesame manusiadalammenjalankantugasnya.
Adil Mustafa Basyurimenetapkanhal-hal yang harusdilaksanakanadabulqadhidalampersidanganadalah:
a.       Hakim itumustaqillah, bebasdaripengaruhdantekanan orang lain
b.      Hakim itutidakmembeda-bedakan orang yang bersidang di
hadapannya
c.       Hakim harusbernasihatmendamaikan para pihak
d.      Hakim adildalammemberikanhakberbicara
e.       Setiapputusannyawajibbertawakal
f.       Orang yang memintakeadilannyamempunyaihakim ingkar
g.      Memperlakukansemua orang punyahak yang sama
h.      Setiapputusannyaharusdidasarkanpadaketentuansyariat
Adapunhal-hal yang dilarangbagi para hakim adalah:
a.       Melakukankolusidengansiapapun
b.      Menerimasuatupemberian
c.       Membicarakanperkara yang ditanganinyadiluaracarapersidangan
d.      Melecehkansesama hakim danpihaklainnya
e.       Memberikankomentarterbukaatasputusan hakim kecualidalamrangkapengkajianilmiah
f.       Menjadianggotaatausalahsatupartaipolitikdanpekerjaanjabatan yang dilarangolehundang-undang.
G.    AKHLAK PEMIMPIN
Seorang pemimpin muslim dalam melakukan berbagai aktivitas kegiatannya selalu bersandar pada dasar-dasar yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, diantaranya:

1.            Niat Yang Tulus
2.            Akhlak atau Budi Pekerti Yang Luhur
3.            Usaha Yang Halal
4.            Menunaikan hak orang lain
5.            Menghindari menggunakan harta orang lain dengan cara batil
6.            Loyal kepada orang-orang beriman
7.            Tidak membahayakan orang lain
8.            Menjaga komitmen terhadap peraturan dalam bingkai undang-undang syariat
TASAWUF
Dari segi bahasa tasawuf berarti sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana. Sikap yang demikian itu pada hakikatnya adalah akhlak yang mulia. Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat bergantung pada sudut pandang yang digunakan masing-masing. Selama ini ada tiga sudut pandang yang digunakan para ahli untuk mendefinisikan tasawuf, yaitu sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas, manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, dan manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan
B.     DASAR-DASAR DAN ESENSI TASAWUF
Unsur Islam
       Secara umum ajaran islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah dan jasadiah, dan kehidupan yang bersifat batiniah. Pada unsur batiniah itulah kemudian lahirlah tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini mendapar perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran islam, Al-Qur’an dan Al-Hadits serta prkatek kehidupan nabi dan para sahabatnya.
Unsur Luar Islam
   a.    Unsur Masehi
   b.    Unsur Yunani
   c.    Unsur Hindu/Budha
   d.    Unsur Persia
C.     SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF
Sebenarnya kehidupan sufi sudah terdapat pada diri Nabi Muhammad saw. Dimana dalam kehidupan beliau sehari-hari terkesan amat sederhana dan menderita, disamping menghabiskan waktunya untukk beribadah dan selalu mendekatkan diri kepada Allah swt. Bahkan seperti diketahui, bahwa sebelum beliau diangkat sebagai Rasul Allah, beliau seringkali melakukan kegiatan shufi dengan melakukan uzlah di Gua Hira selama berbulan-bulan lamanya sampai beliau menerima wahyu pertama saat diangkat sebagai Rasul Allah. Setelah Beliau resmi diangkat sebagai Nabi utusan Allah, keadaan dan cara hidup beliau masih ditandai oleh jiwa dan suasana kerakyatan, meskipun beliau berada dalam lingkaran keadaan hidup yang serba dapat terpenuhi semua keinginan lantaran kekuasaannya sebagai Nabi yang menjadi kekasih Tuhan-Nya. Pada waktu malam sedikit sekali tidur, waktunya dihabiskan untuk bertawajjuh kepada Allah dengan memperbanyak dzikir kepada-Nya. Tempat tidur beliau terdiri dari balai kayu biasa dengan alas tikar dari daun kurma, tidak pernah memakai pakaian yang terdiri dari wool, meskipun mampu membelinya. Pendek kata beliau lebih cinta hidup dalam suasana sederhana ( meskipun pangkatnya Nabi ) Daripada hidup bermewah-mewah.
Akan tetapi banyak para ahli sejarahmemulai Sejarah tasawuf dengan Imam Ja’far Al Shadiq ibn Muhamad Bagir ibn Ali Zainal Abidin ibn Husain ibn Ali ibn Abi Thalib. Imam Ja’far juga dianggap sebagai guru dari keempat imam Ahlulsunah yaitu Imam Abu Hanifah, Maliki, Syafi’i dan Ibn Hanbal.Ucapan – ucapan Imam Ja’far banyak disebutkan oleh para sufi seperti Fudhail ibn Iyadh Dzun Nun Al Mishri, Jabir ibn Hayyan dan Al Hallaj. Diantara imam mazhab di kalangan Ahlulsunah, Imam Maliki yang paling banyak meriwayatkan hadis dari Imam Ja’far.
Kaitan Imam Ja’far dengan tasawuf, terlihat dari silsilah tarekat, seperti Naqsyabandiyah yang berujung pada Sayyidina Abubakar Al Shidiq ataupun yang berujung pada Imam Ali selalu melewati Imam Ja’far.Kakek buyut Imam Ja’far, dikenal mempunyai sifat dan sikap sebagai sufi. Bahkan (meski sulit untuk dibenarkan) beberapa ahli menyebutkan Hasan Al Bashri, sufi-zahid pertama sebagai murid Imam Ali. Sedangkan Ali Zainal Abidin (Ayah Imam Ja’far) dikenal dengan ungkapan-ungkapan cintanya kepada Allah yang tercermin pada do’anya yang berjudul “Al Shahifah Al Sajadiyyah”. Tasawuf lahir dan berkembang sebagai suatu disiplin ilmu sejak abad k-2 H, lewat pribadi Hasan Al Bashri, Sufyan Al Tsauri, Al Harits ibn Asad Al Muhasibi, Ba Yazid Al Busthami. Tasawuf tidak pernah bebas dari kritikan dari para ulama (ahli fiqh, hadis dll).
Praktik – praktik tasawuf dimulai dari pusat kelahiran dan penyiaran agama Islam yaitu Makkah dan Madinah, jika kita lihat dari domisili tokoh-tokoh perintis yang disebutkan di atas.
MAQOMAT DAN AHWAL
A.    MAQOMAT
Secara bahasa maqomat berarti orang yang berdiri atau pangkal mulia. Istilah ini kemudian digunakan untuk arti sebagai jalan yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk berada dekat dengan Allah SWT.
Untuk maqomat yang harus ditempuh oleh para sufi adalah sebagai berikut sesuai dengan yang disepakati para ahli:
1.      Al-Zuhud yaitu Tidak ingin kepada sesuatu yang bersifat keduniaan.
2.      At-Taubah yaitu  Memohon ampun atas segala dosa dan kesalahan disertai janji yang sungguh-sungguh tidak akan mengulangi perbuatan dosa tersebut, yang disertai dengan melakukan amal kebajikan.
3.      Al-Wara’ yaitu  Menjauhi hal yang tidak baik.
4.      Kefakiran yaitu Tidak meminta lebih dari yang ada pada diri kita.
5.      Sabar  yaitu Menjauhkan diri dari hal-hal yang bertentangan dengan kehendak Allah, tetapi tenang ketika mendapat cobaan, dan menampakan sikap cukup.
6.      Tawakal yaitu Apabila seorang hamba dihadapan Alloh seperti bangkai dihadapan orang yang memandikannya, ia mengikuti semua yang memandikan tidak dapat bergerak dan bertindak.
7.      Kerelaan yaitu  Menerima qodo dan qodar Alloh dengan hati yang senang.
B.     AHWAL
Menurut Harun Nasution, Hal merupakan keadaan mental, seperti perasaan senang, perasaan sedih, perasaan takut dan sebagainya. Hal berlainan dengan maqam, bukan diperoleh atas usaha manusia, tetapi diperdapat sebagai anugerah dan rahmat dari Tuhan.
MAHABBAH DAN MA”RIFAH
Kata mahabbah berarti mencintai secara mendalam. Kata mahabbah tersesebut selanjutnya digunakan untuk menunjukan pada suatu paham dalam tasawuf. Dalam hubungan ini mahabbah obyeknya lebih ditujukan kepada Tuhan. Pengertian mahabbah dari segi tasawuf dikemukakan oleh Al-Qusyairi: “Mahabbah adalah keadaan jiwa yang mulia yang bentuknya adalah disaksikannya (kemutlakan) Allah SWT oleh hamba, selanjutnya yang dicintai itu juga menyatakan cinta kepada yang dikasihi-Nya dan yang seorang hamba mencintai Allah SWT.”
Dari segi bahasa ma’rifah artinya pengetahuan atau pengalaman. Orang-orang sufi mengatakan: “Kalau mata yang terdapat dalam hati sanubari manusia terbuka, mata kepalanya akan tertutup, dan ketika itu yang dilihatnya hanya Allah SWT”. “Ma’rifah adalah cermin, kalau seorang arif melihat kecermin itu yang akan dilihatnya hanyalah Allah SWT”. “Yang dilihat orang arif baik sewaktu tidur maupun sewaktu bangun hanyalah Allah SWT”. “Sekiranya ma’rifah mengambil bentuk materi, semua orang yang melihat padanya akan mati karena tak tahan melihat kecantikan dan keindahannya. Dan semua cahaya akan menjadi gelap disamping cahaya keindahan yang gemilang”.
B.     ALAT UNTUK MENCAPAINYA
Ada tiga alat yang dapat digunakan untuk berhubungan dengan Tuhan. Yaitu:
1.      Al-Qalb adalah hati sanubari sebagai alat untuk mengetahui sifat-sifat Tuhan.
2.      Roh adalah alat untuk mencintai Tuhan.
3.      Sir adalah alat untuk melihat Tuhan.
Alat yang digunakan untuk ma’rifah telah ada pada diri manusia, yaitu qolb (hati), karena qolb selain untuk merasa adalah juga untuk berpikir. Bedanya qolb dengan akal adalah bahwa akal tak bisa memperoleh pengetahuan yang sebenarnya tentang Tuhan, sedangkan qolb bisa mengetahui hakikat dari segala yang ada, dan jika dilimpahi cahaya Tuhan, bisa mengetahui rahasia-rahaisa Tuhan.
C.     TOKOH SUFI MAHABBAH DAN MA’RIFAH SERTA AJARANNYA
Robiah Al-Adawiayah adalah seorang zahid perempuan yang amat besar dari Bashroh di Irak. Ia hidup antara tahun 713-801 H.
Dalam literatur tasawuf dijumpai dua orang tokoh yang mengenalkan paham ma’rifah yaitu:
1.      Al-Ghazali nama lengkapnya Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali (1059-1111M).
2.      Zun Al-Misri berasal dari Naubah (wafat 860M).
D.    MAHABBAH DAN MA’RIFAH DALAM AL-QUR’AN DAN AL-HADITS
Banyak ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang menggambarkan bahwa antara manusia dengan Tuhandapat saling bercinta, contoh ayatnya: (يأتي الله بقوم يحبهم ويحبو نه (المائدة: 
Artinya : “Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu ummat yang dicintai-Nya dan yang mencintai-Nya (QS.  al-Maidah, 5:54).
Didalam hadis juga dinyatakan sebagai berikut:
ولايزال عبدى يتقرب إلي بالنوافل حتى احبه ومن احببته كنت له سمعا وبصر ويدا . Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan perbuatan-pernuatannya hingga aku cinta padanya. Orang yang Kucintai menjadi telingak, mata dan tangan-Ku.Allah SWT berfirman:            ومن لم يجعل الله له نورافماله من نور (النور
Artinya : “ Dan barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah Tiadalah Dia mempunyai cahaya sedikitpun” (QS. An-Nur :40). Dan Rosululloh Saw Bersabda.
كنت خزينة خا فية اححببت ان اعرف فخلقت الخلق فتعرفت اليهم فعرفوني Artinya : “Aku (Alloh) adalah perbendaharaan yangtersembunyi (ghaib), Aku ingin memperkenalkan siapa Aku, maka Aku ciptakan makhluk. Oleh karena itu Aku memperkenalkan diri-Ku kepada mereka. Maka mereka itu mengenal Aku (Hadits Qudsi).
A.    PENGERTIAN, TUJUAN DAN KEDUDUKAN AL-FANA, AL-BAQA DAN AL-ITTIHAD
Dari segi bahasa al-fana berarti hilangnya wujud sesuatu. Fana berbeda dengan al-fasad (rudak). Fana artinya tidak tampak sesuatu, sedangkan rusak berarti berubahnya sesuatu kepada sesuatu yang lain. Sedangkan arti fana menurut para ahli sufi adalah hilangnya kesadaran pribadi dengan dirinya sendiri atau dengan sesuatu yang lazim digunakan pada diri. Sebagai akibat dari fana adalah baqa.
Secara harfiah baqa artinya kekal, sedangkan menurut para sufi baqa adalah kekalnya sifat-sifat terpuji, dan sifat-sifat tuhan dalam diri manusia. Karena lenyapnya (fana) sifat-sifat basyariah, maka yang kekal adalah sifat-sifat ilahiah. Berbicara fana dan baqa ini erat hubungannya dengan al-ittihad, yakni penyatuan batin dengan Tuhan, karena tujuan dari fana dan baqa adalah al-ittihad. Dalam situasi ittihad yang demikian itu, seorangsufi telah merasa dirinya telah bersatu dengan Tuhan, suatu tingkatan dimana yang mencintai dan yang dicintai telah menjadi satu.
B.     TOKOH DAN PENGEMBANGNYA
Dalam sejarah tasawuf, Abu Yazid Al-Bustami (w. 874M) disebut-sebut sebagai sufi yang pertama kali memperkenalkan paham fana dan baqa ini.
C.     FANA, BAQA DAN ITTIHAD DALAM PANDANGAN AL-QUR’AN
Paham fana dan baqa yang ditujukan untuk mencapai ittihad itu dipandang oleh sufi sebagai sejalan dengan konsep liqa al-rabbi menemui Tuhan. Fana dan baqa merupakan jalan menuju berjumpa dengan Tuhan. Hal ini sejalan dengan firman Alloh SWT:
فمن كان يرجوا لقاء ربه فليعمل عملا صا لحا ولايثرك بعبا دة ربه احدا (الكهف)                                                  
Artinya : “Barangsiapa yang mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".(QS. Al-Kahfi : 110).
AL-HULUL DAN WAHDATUL WUJUD
A.    PENGERTIAN AL-HULUL DAN WAHDATUL WUJUD
Secara harfiah hulul berarti Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu, yaitu manusia yang telah mampu melenyapkan sifat-sifat kemanusiaannya melalui fana. Atau dapat disimpulkan halul adalah suatu tahap dimana manusia dan Tuhan bersatu secara rohaniah. Dalam hal ini pada hakikatnya adalah istilah lain dari al-ittihad. Tujuan halul adalah mencapai persatuan secara batin.
Wahdat al-wujud adalah ungkapan dua buah kata yaitu, wahdat dan al-wujud. Wahdat artinya sediri, tunggal atau kesatuan, sedangkan al-wujud artinya ada. Dengan demikian kata wahdat al-wujud dapat diartikan kesatuan wujud. Paham ini selanjutnya membawa pada timbulnya paham bahwa antara makhluk (manusia) dan al-khaliq (Allah) sebenarnya satu kesatuan dari wujud Tuhan, sedangkan wujud makhluk adalah bayangan dari wujud Tuhan. Paham ini dibangun dari dasar pemikiran sebagai mana dalam al-hulul bahwa Allah ingin melihat diri-Nya diluar diri-Nya, dan oleh karena itu dijadikan-Nya alam ini.
B.     TOKOH DAN AJARANNYA
Salah satu tokoh yang mengembangkan paham al-halul adalah Al-Hallaj. Nama aslinya adalah Husain bin Mansur al-Halaj (244H/858M-309H/921M).
TARIQAT
Dari segi bahasa tarikat berarti jalan, keadaan, aliran dalam garis tertentu. Jamil Shaliba mengatakan secara harfiah tarikat berarti jalan yang terang lurus yang memungkinkan sampai pada tujuan dengan selamat.
Mustafa Zahri dalam hubungan ini mengatakan tarikat adalah jalan atau petunjuk dalam melakukan suatu ibadah sesuai dangan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad dan dikerjakan oleh Sahabatnya, Tabi’in turun-temurun sampai kepada guru-guru secara berantai sampai pada masa kita ini.
Karena tarikat ini merupakan jalan yang harus dilalui untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, maka orang yang menjalankan tarikat ini harus menjalankan syari’at dan harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
1.      Mempelajari ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan agama.
2.      Mengamati dan berusaha semaksimal mungkin untuk megitkuti jejak guru dan melaksanakan perintahnya dan meninggalkan larangannya.
3.      Tidak mencari-cari keringanan dalam beramal agar tercapai kesempurnaan yang hakiki.
4.      Berbuat dan mengisi waktu seefesien mugkin dengan segala wirid dan doa guna pemantapan dan kekhusuan dalam mencapai maqomat yang lebih tinggi.
5.      Mengekang hawa nafsu agar terhindar dari kesalahan yang dapat menodai amal
B.     TAREKAT YANG BERKEMBANG DI INDONESIA
1.      Dzikir, yaitu ingat yang terus menerus kepada Allah dalam hati seta menyebut namanya dengan lisan.
2.      Ratib, yaitu mengucapakan lafadz la ilaha illa Allah dengan gaya, gerak dan irama tertentu.
3.      Musik, yaitu dalam membacakan wirid dan syair tertentu diiringai dengan bunyi-bunyian seperi memukul rebana.
4.      Menari, yaitu gerak yang dilakukan untuk mengiringi wirid dan bacaan tertentu untuk menimbulkan hidmat.
5.      Bernafas, yaitu mengatur cara nafas dalam melakukan zikir tertentu.
A.    PENGERTIAN MASYARAKAT MODERN
Secara bahasa masyarakat modern berarti suatu himpunan orang yang hidup bersama disuatu tempat dengan iktan aturan tertentu yang bersiafat mutkhir.
Ciri-ciri masyarakat modern menurut Deliar Noer:
1.      Bersifat rasional, yakni lebih mengutamakan akal pikiran daripada pendapat emosi.
2.      Berpikir untuk masa depan yang lebih jauh, tidak hanya memikirkan masalah yang bersifat sesaat, tetapi selalu dilihat dampak sosialnya lebih jauh.
3.      Menghargai waktu, yaitu selalu melihat bahwa waktu adalah sesuatu yang sangatberharga dan perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya.
4.      Bersikap terbuka, yaitu mau menerima saran, masukan, baik berupakritik, gagasan danperbaikan darimana pun datangnya.
5.      Berpikir obyektif, yaitu melihat sesutu dari sudut fungsi dan kegunaan bagi masyarakat
Sosiolog Prancis Jacques Ellul mengatakan bahwa kemajuan teknologi akan memberi pengaruh sebagai berikut:
1.      Semua kemajuan teknologi menuntut pengorbanan, yakni dari satu sisi teknologi  memberi nilai tambah, tapi pada sisi lain dapat mengurangi.
2.      Nilai-nilai manusia yang tradisional, misalnya harus dikorbankan demi efisiensi.
3.      Semua kemajuan teknologi lebih banyak menimbulkan masalah ketimbang memecahkan.
4.      Efek negetif teknologi tidak dapat dipisahkan dari efek posotifnya. Teknologi tidak pernah netral. Efek negatif dan positif terjadi secara serentak dan tidak terpisahkan.
Semua penemuan teknologi menimbulkan dampak yang tak terduga Kehadiran ilmu pengetahuan dan teknologi telah melahirkan sejumlah problematika masyarakat modern sebagai berikut:
a.       Disintegrasi Ilmu Pengetahuan
b.      Kepribadian Yang Terpecah (Split Personality)
c.       Penyalahgunaan IPTEK
d.      Pendangkalan Iman
e.       Pola Hubungan Materialistik
f.       Menghalalkan Segala Cara
g.      Stres dan Frustasi
h.      Kehilangan Harga Diri dan Masa Depannya
Banyak cara yang diajukan para ahli untuk mengatasi masalah tersebut, dan salah satu yang hampir disepakati para ahli adalah dengan cara mengembangakan kehidupan yang berakhlak dan bertasawuf. Kemudian mengapa hal itu perlu?
Dengan adanya bantuan tasawuf maka ilmu pengetahuan satu dengan lainnya tidak akan bertabrakan, karena ia berada dalam satu jalan dan satu tujuan. Dan dipihak lain perasaan beragama yang didukung oleh ilmu pengetahuan itu juga akan semakin mantap. Hubungan ilmu dengan ketuhanan yang diajarkan agama jelas sekali. Ilmu mempercepat anda sampai ke tujuan, agama menentukan arah yang dituju.
Selanjutnya tasawuf melatih manusia agar memiliki ketajaman batin dan kehalusan budi pekerti. Sikap batin dan kehalusan budi pekerti yang tajam menyebabkan ia akan selalu mengutamakan pertimbangan kemanusiaan pada setiap masalah yang dihadapi. Dengan cara demikian, ia akan terhindar dari melakukan perbuatan-perbuatan yang tercela menurut agama. Ajaran akhlak tasawuf perlu disuntikkan ke dalam seluruh konsep kehidupan. Ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, sosial, politik, dan kebudayaan. Perlu dilandasi ajaran akhlak tasawuf.