PENGERTIAN,
RUANG LINGKUP, MANFAAT MEMPELAJARI ILMU AKHLAK, DAN HUBUNGAN ILMU AKHLAK
DENGAN ILMU LAINNYA.
Ada dua pendekatan yang dapat kita gunakan
untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistik ( kebahasaan ) dan pendekatan terminologik (peristilahan ). Dari sudut kebahasaan,
akhlak berasal dari kata bahasa arab, yaitu ismu mashdar ( bentuk infinitif ) dari kata akhlaq,
yikhliqu, ikhlaqan.
Akhlak dari segi istilah menurut Ibn Miskawih
(w. 421 H/1030 M) bahwa akhlak adalah
حا ل للنفس داعية لها الى افعا لها من غير فكر ولاروية (Sifat yang tetanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan). Sementara Imam al-Ghazali mengatakan bahwa akhlak adalah
عبارةعن هيئة فى النفس راسخة عنها تصدر الافعالبسهو لة ويسر منغير حاجة الى فكر ورؤية (Sifat yang tetanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan perkembangan. Ciri-ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak:
حا ل للنفس داعية لها الى افعا لها من غير فكر ولاروية (Sifat yang tetanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan). Sementara Imam al-Ghazali mengatakan bahwa akhlak adalah
عبارةعن هيئة فى النفس راسخة عنها تصدر الافعالبسهو لة ويسر منغير حاجة الى فكر ورؤية (Sifat yang tetanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan perkembangan. Ciri-ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak:
1.
Perbuatan akhlak adalah perbuatan
yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi
kepribadinannya.
2.
Perbuatan akhlak adalah perbutan
yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa pada saat
melakukan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar,
hilang ingatan, tidur atau gila.
3.
Perbuatan akhlak adalah perbuatan
yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjaknannya,
tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.
4.
Perbuatan akhlak adalah perbuatan
yang dikalakukan dengan sesungguhnya, bukan bermain-main atau bersandiwara.
5.
Sejalan dengan ciri ke empat
perbuatan akhlak (khusus perbuatan baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas
semata-mata karena Alloh SWT.
Adapun pengertian ilmu akhlak adalah “Ilmu
yang objek pembahasannya adalah tentang nilai-nilai yang berkaitan dengan
perbuatan manusia yang dapat disifatkan dengan baik atau buruk.” Atau ilmu
akhlak dapat pula disebut “Ilmu yang berisi pembahasan dalam upaya
mengenal tingkah laku manusia, kemudian memberikan nilai atau hukum kepada perbuatan
tersebut, yaitu apakah perbautan tersebut tergolong baik atau buruk.
Kata akhlaq adalah bentuk jamak dari kata khulqun
yang berati budi pekerti. Jika melihat penggunaan hadits Rasul SAW, maka
benar arti akhlak berati budi pekerti. Dengan demikian kata akhlak atau khuluq
secara kebahasaan berati budi pekerti, adat kebiasaan, perangai, muru’ah,
atau segala sesuatu yang menjadi tabiat.
Imam al-Ghazali mengatakan bahwa akhlak
adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan
dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan perkembangan. Adapun
pengertian ilmu akhlak adalah ilmu atau ajaran baik buruk secara akal dan
moralitas berdasarkan adat istiadat ataupun agama.
Ruang lingkup pembahasan ilmu akhlak adalah
perbuatan manusia untuk selanjutnya diberikan penilaian apakah baik atau buruk,
yang perbuatan tersebut dilakukan secara sadar dan dikehendaki pelakunya. Objek
ilmu akhlak berkaitan dengan norma atau penilaian terhadap suatu perbuatan yang
dilakukan oleh seseorang.
Ahmad Amin mengatakan : “Tujuan mempelajari
ilmu akhlak dan permasalahannya menyebabkan kita dapat menetapkan sebagian
perbuatan lainnya sebagai yang baik dan sebagian yang lainnya sebagai yang
buruk.Menurut Mustafa Zahri: untuk membersihkan qalbu dari kotoran-kotoran hawa
nafsu dan amarah sehingga hati menjadi suci bersih seperti cermin yang dapat
menerima Nur Tuhan.”
Ilmu akhlak dikategorikan dekat dengan Ilmu
Tasawuf, Ilmu Tauhid, Ilmu Pendidikan, Ilmu Jiwa dan Filsafat. Ilmu-ilmu yang
erat hubungannya dengan Ilmu Akhlak tersebut dikemukakan sebagai berikut.
Para ahli Ilmu tasawuf membagi
Tasawuf menjadi tiga bagian yaitu, tasawuf falsafi, tasawuf akhlaki, dan
tasawuf amali. Ketiga tasawuf ini tujuannya mendekatkan diri kepada Allah
dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang tercela dan menghiasi diri
dengan perbuatan yang terpuji.
a.
Tasawuf falsafi menggunakan
pendekatan rasio atau akal pikiran.
b.
Tasawuf akhlaki menggunakan
pendekatan akhlak yang tahapannya pendiri dari takhalli, tahalli, dan tajalli.
c.
Tasawuf Amali menggunakan
pendekatan amaliayah atau wirid, yangselanjutnya mengambil bentuk tarikat.
Dengan mengamalkan ilmu tasawuf seseorang
dengan sendirinya akan berakhlak baik.Ilmu tasawuf menurut Harun Nasution
adalah ketika mempelajari Tasawuf ternyata bahwa Alquran dan Alhadits
mementingkan akhlak.
Ilmu tauhid menurut HarunNasution sebagai
ilmu yang membahas tentang cara-cara mengesakan Tuhan. Ilmu tauhid disebut juga
ilmu kalam secara harfiah artinya ilmu tentang kata-kata. Ilmu tauhid pada
intinya upaya memahami dan meyakini adanya tuhan, dengan segala sifat dan
perbuatannya.
a.
Ilmu tauhid dilihat dari segi
objek pembahasan, membahas masalah tuhan baik dari segi zat, sifat dan perbuatannya.
b.
Dilihat dari segi fungsinya, ilmu
tauhid menghendaki agar seseorang yang bertauhid tidak cukup dengan menghafal
rukun iman dengan dalil-dalil nya saja, tetapi yang terpenting adalah agar
orang yang bertaukhid itu meniru dan mencontoh subjek yang ada dalam rukun iman
itu.
c.
Ilmu taukhid dilihat dari erat nya
kaitan antara iman dan amal sholeh. Ilmu taukhid memberikan landasan terhadap
ilmu akhlak, dan ilmu akhlak memberikan penjabaran dan pengamalan dari ilmu
taukhid.
3.
Hubungan Ilmu Tauhid dengan Ilmu
Jiwa
Ilmu jiwa membahas tentang gejala-gejala
kejiwaan yang tampak dalam tingkah laku.dengan demikian ilmu jiwa mengarahkan
pada aspek batin manusia dengan cara meginterpretasikan perilaku yang tampak.
Didalam ilmu jiwa terdapat informasi tentang perbedaan psikologis yang dialami
seseorang pada setiap jenjang usianya. Msalnya, pada usia balita, anak
cenderung emosional dan manja. Sedangkan pada usia anak-anak cenderung meniru
orang tua nya dan bersikap rekreatif. Gejala psikologis seperti ini memberi informasi
tentang perlunya menyampaikan ajaran akhlak sesuai dengan perkembangan jiwanya.
Ilmu pendidikan berbicara mengenai berbagai
aspek yang ada hubungannya dengan tercapainya tujuan pendidikan. Dalam ilmu ini
dibahas juga tentang rumusan tujuan pendidikan, materi pelajaran, guru, metode,
sarana dan prasarana, lingkungan, bimbingan, proses belajar mengajar dan lain
sebagainya. Menurut ahmad b.marinba bahwa tujuanpendidikan identik dengan
tujuan hidup seorang muslim. Sementara itu, mohd. Athiyah al abrasyi,
mengatakan bahwa pendidikan budipekerti jiwa adalah jiwa dari pendidikan islam.
Mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan yang sebenarnya dari
pendidikan. Selanjutnya al attas megatakan bahwa tujuan pendidikan islam adalah
manusia yang baik..
Filsafat diambil dari bahasa arab yaitu falsafah,
dari bahasa Yunani pilosophia, kata majemuk yang terdiri dari kata
philos yang artinya cinta atau suka, dan kata shopia yang artinya
bijaksana. Dengan demikian, secara etimologis kata filsafat memberikan
pengertian cinta kebijaksanaan. Orangnya disebut pilosopher atau failasuf
(istilah failasuf, lihat ibn Mandzur dalam lisan al-Arab). Secara terminologis,
filsafat mempunyai arti yang bermacam-macam, sebanyak orang yang memberikan
pengertian atau batasan. Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha
menyelidiki segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada dengan mengunakan
pikiran.
Dengan demikian, jelaslah bahwa etika atau
akhlak termasuk salah satu komponen dalam filsafat. Banyak ilmu-ilmu yang pada
mulanya merupakan bagian filsafat karena ilmu tersebut kian meluas dan berkembang
yang pada akhirnya membentuk rumah tangganya sendiri dan terlepas dari
filsafat. Demikian juga etika atau akhlak dalam proses perkembangannya,
sekalipun masih diakui sebagai bagian dalam pembahasan filsafat, kini telah
merupakan ilmu yang mempunyai identitas sendiri.
1.
Akhlak pada Bangsa Yunani
Pertumbuhan dan perkembangan ilmu akhlak pada
masa Yunani baru terjadi setelah munculnya apa yang disebut Sophisticians,
yaitu orang-orang yang bijaksana (500-450 SM). Dasar yang digunakan para pemikir
Yunani dalam membangun ilmu akhlak adalah pemikiran filsafat tentang manusia
atau pemikiran tentang manusia.
2.
Akhlak pada Agama Nasrani
Pada akhir abad ke 3M tersiarlah agama
Nasrani di Eropa. Dengan demikian ajaran akhlak ini bersifat teocenti (memusat
pada Tuhan) dan Sufistik (bercorak batin).
3.
Akhlak pada Bangsa Romawi
Kehidupan masyarakat Eropa pada abad
pertengahan dikuasai oleh gereja. Dengan demikian ajaran akhlak yang lahir di
Eropa pada abad pertengahan itu adalah ajaran akhlak yang dibangun dari
perpaduan ajaran Yunani dan ajaran Nasrani.
4.
Akhlak pada Bangsa Arab
Bangsa Arab tidak mempunyai ahli filsafat
pada masa jahiliyah, tapi pada masa itu bangsa arab mempunyai ahli hikmah dan
ahli syair yang syair-syairnya memerintah agar berbuat baik .
Agama Islam intinya mengajak manusia agar
percaya kepada Allah .agama Islam juga mengandung jalan hidup manusia yang
paling sempurna dan memgajarkan kesejahteraan Akhlak islam bercorak pada 2
yaitu : akhlak yang bercorak normati dan akhlak yang bercorak rasional dan
cultural
Pada akhir abad ke-15 Masehi, Eropa mengalami
kebangkitan dalam bidang filsafat, ilmu pengetahuan dan teknologi. Segala
sesuatu yang selama ini dianggap mapan mulai diteliti, dikritik dan
diperbaharui, hingga akhirnya mereka menetapkan pola bertindak dan berpikir
secara liberal. Shafesbury dan Hatshson berkata bahwa di dalam diri manusia
terdapat indra insting yang dapat mengetahui dengan sendirinya terhadap sesuatu
yang baik atau buruk.
Selanjutnya Immanuel Kent berpendapat bahwa
setiap perbuatan yang dilakukan seseorang dengan alasan mentaati perintah
intuisi secara absolut, yakni dia melakukan sesuatu semata-mata karena
intuisinya memerintahkannya, dan dia tidak mempunyai tujuan lain dari perbuatan
itu, dan perbuatan yang seperti itulah yang disebut perbuatan akhlaqi.
Dari segi bahasa, baik adalah terjemahan dari
kata khair dalam bahasa Arab, atau good dalam bahasa Inggris. Baik atau
kebaikan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan yang luhur, bermartabat,
menyenangkan dan disukai manusia. Sedangkan yang disebut buruk adalah syar
dalam bahasa Arab, atau sesuatu yang dinilai sebaliknya dari yang baik dan
tidak disukai kehadirannya oleh manusia.
1.
Baik Buruk Menurut Aliran
Adat-Istiadat (Sosialisme)
Menurut aliran ini baik dan buruk ditentukan
berdasarkan adat-istiadat yang berlaku dan adat-istiadat yang berlaku dan
dipegang teguh oleh masyarakat. Adat istiadat, selanjutnya disebut pula sebagai
pendapat umum.
2.
Baik Buruk Menurut Aliran
Hedonisme
Menurut paham ini perbuatan baik adalah
perbuatan yang banyak mendatangkan kelezatan, kenikmatan dan kepuasan nafsu
biologis.
3.
Baik Buruk Menurut Paham
Utilitarisme
Secara harfiah utilis artinya berguna.
Menurut paham ini bahwa yang dikatakan baik adalah yang berguna.
4.
Baik Buruk Menurut Paham Vitalisme
Menurut paham ini yang baik adalah yang
mencerminkan kekuatan dalam hidup manusia. Kekuatan dan kekuasaan yang
menaklukan orang lain yang lemah dianggap baik. Paham ini lebih lanjut
cenderung pada sikap binatang, dan berlaku siapa yang kuat dan menang itulah
yang baik.
5.
Baik Buruk Menurut Paham
Religionisme
Menurut paham ini yang dianggap baik adalah
perbuatan yang sesuai dengan kehendak Tuhan, sedangkan perbuatan buruk adalah
perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan.
6.
Baik Buruk Menurut Paham Evolusi
Menurut Herbert Spencer (1820-1903)
mengatakan bahwa perubahan akhlak itu tumbuh secara sederhana, kemudian
meningkat sedikit demi sedikit berjalan kearah cita-cita yang dianggap sebagai
tujuan. Perbuatan itu baik jika sesuai dengan cita-cita itu dan buruk
jika jauh daripadanya. Sedangkan tujuan hidup manusia adalah mencapai
cita-citanya atau paling tidak mendekati sedikit mungkin.
C.
SIFAT DARI BAIK DAN BURUK
Sifat
dan corak baik buruk yang didasarkan pada pandangan filsafat yaitu sesuai
dengan sifat filsafat itu yakni berubah, realatif nisbi, dan tidak universal.
Sifat dari baik dan buruk yang demikian itu tetap berguna sesuai dengan
zamannya, dan ini dapat digunakan untuk menjabarkan ketentuan baik dan buruk
yang terdapat dalam ajaran akhlak yang bersumber dari ajaran Islam.
Menurut ajaran Islam penentuan baik dan buruk
harus didasarkan pada petunjuk Al-Qur’an dan Al-Hadits. Jika kita perhatikan
Al-Qur’an maupun hadits banyak istilah yang mengacu kepada baik, dan ada pula
istilah yang mengacu kepada buruk. Di antara istilah yang mengacu pada baik
misalnya hasanah, thoyyibah, khairoh, karimah, mahmudah, azizah dan birr.
Adanya istilah kebaikan yang demikian variatif yang diberikan Al-Qur’an dan
Hadits itu menunjukan bahwa penjelasan terhadap sesuatu yang baik menurut
ajaran Islam itu jauh lebih lengkap dibandingkan dengan arti kebaikan yang
dikemukakan sebelumnya.
A.
ARTI PEMBENTUKAN AKHLAK
Masalah
pembentukan akhlak sama dengan tentang tujuan pendidikan. Jadi pembentukan
akhlak atau tujuan pendidikan adalah identik dengan tujuan hidup setiap Muslim,
yaitu untuk menjadi hamba Allah, yaitu hamba yang percaya dan menyerahkan diri
kepada-Nya dengan memeluk agama Islam.
Pembianaan akhlak merupakan tumpuan pertama
dalam Islam. Hal ini dapat dilihat dari salah satu misi kerosulan Nabi Muhammad
SAW yang utama adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Pembinaan akhlak
dalam Islam juga terintegrasi dengan pelaksanaan rukun Islam, karena dalam
rukun Islam yang lima itu terkandung konsep pembinaan akhlak.
Untuk menjelaskan faktor yang mempengaruhi
pembentukan akhlak pada khususnya dan pendidikan pada umunya, ada tiga aliran
yang sudah amat populer, yaitu:
1.
Aliran Nativisme
Menurut aliran ini bahwa faktor yang paling
berpengaruh dalam pembentukan akhlak adalah faktor bawaan dari dalam yang
bentuknya berupa kecenderungan, bakat, akal dan lain-lain.
2.
Aliran Empirisme
Faktor yang paling berpengaruh dalam
pembentukan diri seseorang adalah faktor dari luar, yaitu lingkungan sosial,
termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan.
3.
Aliran Konvergensi
Berpendapat pembentukan akhlak dipengaruhi
oleh faktor internal, yaitu pembawaan si anak, dan faktor dari luar yaitu
pendidikan dan pembinaan yang dibuat secara khusus.
D.
MANFAAT AKHLAK YANG MULIA
1.
Memperkuat dan menyempurnakan agama.
2.
Mempermudah perhitungan amal di akhirat.
3.
Menghilangkan kesulitan.
4.
Selamat hidup di dunia dan di akhirat.
Metode:
keteladanan, pembiasaan, nasehat, cerita, contoh, gagasan.
Ada dua pendapat yang menjelaskan tentang kebebasan
manusia, yaitu: Pertama kelompok yang berpendapat bahwa manusia memiliki
kehendak bebas dan merdeka untuk melakukan perbuatannya menurut kemauannya
sendiri. Kedua kelompok yang berpendapat bahwa manusia tidak memiliki kebebasan
untuk melakukan perbuatannya secara bebas karena mereka dibatasi dan
ditentukan oleh Tuhan.
Dilihat dari sifatnya kebebasan terbagi tiga,
yaitu:
1.
Kebebasan jasmaniah yaitu
kebebasan dalam menggerakkan dan mempergunakan anggota badan yang kita miliki.
2.
Kebebasan kehendak (rohaniah),
yaitu kebebasan untuk menghendaki sesuatu. Jangkauan kebebasan kehendak adalah
sejauh kemungkinan untuk berpikir, karena manusia dapat memikirkan apa saja dan
dapat menghendaki apa saja.
3.
Kebebasan moral yang dalam arti
luas berarti tidak ada macam macam-macam ancaman, tekanan, larangan, dan lain
desakan yang berupa paksaan fisik. Dan dalam arti sempit berarti tidak ada
kewajiban, yaitu kebebasan berbuat apabila terdapat kemungkinan untuk bertindak
Sikap moral yang dewasa adalah sikap
bertanggung jawab. Tak mungkin ada tanggung jawab tanpa ada kebebasan. Tanggung
jawab dalam kerangka akhlak adalah keyakinan bahwa tindakannya itu baik. Uraian
tersebut menunjukan bahwa tanggung jawab erat kaitannya dengan kesenjangan atau
perbuatan yang dilakukan dengan kesadaran.
Hati nurani atau intuisi merupakan tempat
dimana manusia dapat memperoleh saluran ilham dari Tuhan. Hati nurani ini
diyakini selalu cenderung kepada kebaikan dan tidak suka kepada keburukan.
Karena sifat yang demikian itu, maka hati nurani harus dijadikan salah satu
pertimbangan dalam melaksanakan kebebasan yang ada dalam diri manusia, yaitu
kebebasan yang tidak menyalahi hati nuraninya.
Masalah kebebasan, tanggung jawab dan hatu
nurani adalah faktor dominan yang menentukan suatu perbuatan dapat dikatakan
sebagai perbuatan akhlaki. Disinilah letak hubungan fungsional antara
kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani dengan akhlak. Karenanya dalam
membahas akhlak seseorang tidak dapat meninggalkan pembahasan mengenai
kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani.
Hak dapat diartikan wewenang yang secara etis
seseorang dapat mengerjakan, memiliki, meninggalkan, mempergunakan atau
menuntut sesuatu.
Ada bermacam-macam hak dan ada dua faktor
yang menyertainya, yaitu:
1.
Faktor yang merupakan hal ( obyek)
yang dihakki (dimiliki) yang selanjutnya disebut hak obyektif. Hak ini
baik berupa fisik maupun non fisik.
2.
Faktor orang (subyek) yang berhak,
yang berwenang untuk bertindak menurut sifat-sifat itu, yang selanjutnya
disebut hak subyektif.
Karena hak merupakan wewenang dan bukan
kekuatan, maka ia merupakan tuntutan, dan terhadap orang lain kewajiban itu
menimbulkan kewajiban, yaitu kewajiban menghormati terlaksananya hak-hak orang
lain.
Sejalan dengan adanya hak dan kewajiban itu
maka timbul pula keadilan. Poedjawijatna mengatakan bahwa keadilan adalah
pengakuan dan perlakuan hak (yang sah). Sedangkan menurut Islam keadilan adalah
istilah yang digunakan untuk menunjukan pada persamaan atau bersikap
tengah-tengah atas dua perkara. Demikian pentingnya masalah keadilan dalam
rangka pelaksanaan hak dan kewajiban ini Allah SWT berfirman:
ان
ا لله يأ مر با لعد ل والاحسان وا يتائ ذى القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغي “Sesungguhnya Allah
menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu
dapat mengambil pelajaran.” (QS. An-Nahl : 90)
Hak merupakan bagian dari akhlak, karena
akhlak harus dilakukan oleh seseorang sebagai haknya. Akhlak yang mendarah
daging itu kemudian menjadi kepribadian dari seseorang yang darinya timbul
kewajiban untuk melaksanakan tanpa rasa berat. Sedangkan keadilan dalam teori
pertengahan ternyata merupakan induk akhlak. Dengan terlaksananya hak,
kewajiban dan keadilan maka akan mendukung terciptanya akhlaki.
Sumber
Pembentukan Akhlak
1.
Kitab - kitab Allah.
2.
Al-Qur’an sebagai kalam Allah.
3.
Pemahaman terhadap kitab/kalam Allah.
4.
Berbagai perkataan, sikap, perbuatan, dan tindakan para ambiya I
wal mursalin.
5.
As-Sunnaturrasul (perkataan, sikap, perbuataan, taqrir Nabi Muhammad).
6.
Sikap dan perbuatan para auliya dan ulama sholeh yang
bersumber dan berlandaskan ajaran agama Islam.
7.
Kitab-kitab yang berisi soal tafsir, hadist, aqidah, syariah,
fiqih, dan akhlak tasawuf dalam kehidupan beragama.
Akhlak Islami adalah perbuatan yang dilakukan
dengan mudah, disengaja, mendarah daging dan sebenarnya dan didasarkan pada
ajaran Islam.
Adapun ciri-ciri akhlak Islamiyah ialah:
1.
Bersifat mutlak dan menyeluruh
Akhlak Islamiyyah bersifat mutlak, tidak boleh dipindah atau diubah,
dikenakan kepada seluruh individu tanpa mengira keturunan, warna kulit,
pangkat, tempat, dan masa.
2.
Melengkapkan dan menyempurnakan tuntutan
Ditinjau dari sudut kejadian manusia yang dibekalkan dengan berbagai
naluri, akhlak Islamiyyah adalah merangkumi semua aspek kemanusiaan rohaniyyah,
jasmaniyyah dan aqliyyah, sesuai dengan semua tuntutan naluri dalam
usaha mengawal sifat-sifat yang tercela (sifat-sifat mazmumah) untuk
kesempurnaan insan, bukan untuk mengawal kebebasan pribadi seseorang.
3.
Bersifat sederhana dan seimbang
Tuntutan akhlak dalam
Islam adalah sederhana, tidak membebankan sehingga menjadi pasif dan tidak pula
membiarkan sehingga menimbulkan bahaya dan kerusakan.
4.
Mencakupi perintah dan larangan
Bagi kebaikan manusia, perlaksanakan akhlak Islamiyyah meliputi perintah
dan larangan dengan tidak boleh mengutamakan atau mengabaikan mana-mana aspek
tersebut.
5.
Bersih dalam perlaksanaan
Untuk mencapai kebaikan,
akhlak Islmaiyyah memerintah supaya cara dan metode perlaksanaan sesuatu
perbuatan dan tindakan itu hendaklah dengan
cara yang baik dan saluran yang benar yang telah ditetapkan oleh akhlak
Islamiyyah. Artinya untuk mencapai suatu matlamat, cara perlaksanaannya
mestilah bersih menurut tata cara Islam.
6.
Matlamat tidak menghalalkan cara Keseimbangan
Akhlak dalam Islam membawa kesinambungan bagi tuntutan realiti hidup antara
rohaniyyah dan jasmaniyyah serta aqliyyah, dan antarakehidupan dunia dan
akhirat sesuai dengan tabii manusia itu sendiri.
Posisi manusia di alam atau kehidupan dunia
ini, juga merupakan tujuan penciptaan manusia oleh Allah SWT, adalah sebagai
hamba (‘abid). Sebagai hamba, tugas utama manusia adalah mengabdi (beribadah)
kepada Sang Khaliq; menaati perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Hubungan manusia dengan Allah SWT bagaikan
hubungan seorang hamba (budak) dengan tuannya. Si hamba harus senantiasa patuh,
tunduk, dan taat atas segala perintah tuannya. Demikianlah, karena posisinya
sebagai ‘abid, kewajiban manusia di bumi ini adalah beribadah kepada Allah
dengan ikhlas sepenuh hati (Q.S. 2:21, 98:5, 52:56).Ibadah berakar kata ‘abada
yang artinya mengabdikan diri, menghambakan diri. Ibadah dalam arti sempit
ialah aktivitas keagamaan ritual seperti shalat, puasa, dan haji.
Dalam arti luas, ibadah adalah melaksanakan
hidup sesuai dengan syariat Islam; aktivitas ekonomi –seperti berdagang,
politik, seni, dan lainnya sesuai dengan nilai-nilai Islam. Semua perbuatan
baik yang mendatangkan manfaat bagi diri dan orang lain adalah ibadah atau amal
saleh.
Seorang Muslim harus memahami benar posisinya
di hadapan Allah sebagai ‘abid ini. Pemahamannya itu harus terwujudkan dalam
perilaku Islami, karena secara ideal, seseorang yang mengaku Muslim, dirinya
telah benar-benar ter-shibghah (tercelup) kedalam “celupan Allah”, yakni
syariat Islam.Muslim yang sudah ter-shibgah, segala perilaku
kesehariannya berpedoman pada ajaran Islam, setiap gerak langkah dan
perbuatannya “dikendalikan” oleh syariat Islam, sehingga ia selalu berbuat
kebaikan dalam segala hal. Wallahu a’lam.
C. PRIBADI SEBAGAI ANAK
Kewajiban anak adalah penghormatan (dan tentu
ketaatan) dan haknya adalah memperoleh kasih-sayang. Idealnya, prinsip ini
tidak bisa dipisahkan. Artinya, seorang diwajibkan menghormati jika memperoleh
kasih-sayang. Dan orang tua diwajibkan menyayangi jika memperoleh penghormatan.
Ini timbal-balik yang jika harus menunggu yang lain akan seperti telur dan
ayam. Tidak ada satupun yang memulai untuk memenuhi hak yang lain. Padahal
biasanya, seseorang memperoleh hak jika telah melaksanakan kewajiban. Karena
itu, yang harus didahulukan adalah kewajiban. Tanpa memikirkan hak yang mesti
diperoleh. Orang tua seharusnya menyayangi, dengan segala perilaku, pemberian
dan perintah kepada anaknya selamanya. Begitu juga anak harus menghormati dan
memuliakan orang tua selamanya. Sebagai wujud bakti kita terhadap orang tua
kita harus mengetahui mana akhlak yang harus kita lakukan dan kebiasaan buruk
yang harus kita jauhi agar tidak menyakiti hati orang tua.
Sebagai wujud rasa terima kasih kita terhadap orang
tua tentulah tidak cukup hanya dengan mengucapkan rasa syukur dan terimakasih.
Kasih sayang orang tua harus kita balas juga dengan kasih sayang dengan cara
berbakti kepada mereka dengan tiada akhir. Meskipun anak sudah dewasa dan
berkeluarga, anak masih memiliki kewajban dan tanggung jawabterhadap orang
tuanya.
Beginilah cara al-Qur’an dan hadits-hadits menjelaskan
mengenai kewajiban anak terhadap orang tua. Mereka harus menghormati, mentaati
, berbuat baik dan tidak berkata buruk atau sesuatu yang menyakitkan kedua
orang tua. “Dan Tuhanmu telah
memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia” QS. Al-Isra’, 17: 23. Karena kedua orang tua, terutama ibu, telah
mengawali melakukan kewajiban dengan kasih sayang yang dilimpahkan. Sejak anak
masih berupa bayi, bahkan masih dalam kandungan. Hamil dengan penuh beban
kesusahan, melahirkan, menyusui, merawat, mendidik dan menafkahi dan saat
melahirkan ibu melakukan taruhan nyawa dan darah. Semua itu merupakan bentuk
kasih sayang yang telah dilakukan kedua orang tua (Lihat: QS. Luqman, 31: 14
dan QS al-Ahqaf, 46: 15). Jadi, tinggal anak yang berkewajiban untuk
menghormati dan memuliakan kedua orang tuanya.
D.
AKHLAK KEPADA AYAH DAN IBU
Orang tua adalah
penyebab perwujudan kita. Kalaulah mereka itu tidak ada, kitapun tidak akan
pernah ada. Kita tahu bahwa perwujudan itu disertai dengan kebaikan dan
kenikmatan yang tak terhingga banyaknya, plus berbagi rizki yang kita peroleh
dan kedudukan yang kita raih. Orang tua sering kali mengerahkan segenap jerih
paya mereka untuk menghindarkan bahaya dari diri kita. Mereka bersedia kurang
tidur agar kita bisa beristirahat. Mereka memberikan kesenangan-kesenangan
kepada kita yang tidak bisa kita raih sendiri. Mereka memikul berbagai
penderitaan dan mesti berkorban dalam bentuk yang sulitkitabayangkan.
Dengan demikian,
menghardik kedua orang tua dan berbuat buruk kepada mereka tidak mungkin
terjadi kecuali dari jiwa yang bengis dan kotor, berkurang dosa, dan tidak bisa
diharap menjadi baik. Sebab, seandainya seseorang tahu bahwa kebaikan dan
petunjuk allah mempunyai peranan yang sangat besar, tentunya siapa tahu pula
bagaimana harus berbuat baik kepada orang yang semestinya diperlakukan dengan
baik., bersikap mulia terhadap orang yang telah membimbing, berterima kasih
kepada orang yang telah memberikan kenikmatan sebelum dia sendiri bisa
mendapatkannya, dan yang telah melimpahinya dengan berbagai kebaikan yang tak
mungkin bisa di balas. Orang tua adalah orang-orang yang bersedia berkorban
demi anaknya, tanpa memperdulikan apa balasan yang akan diterimanya.
Ada tiga persyaratan
yang harus dipenuhi, agar seorang anak bisa disebut sebagai anak yang berbakti
kepada kedua orang tuanya:
1.
Lebih mengutamakan ridha dan kesenangan kedua orang tua daripada ridha diri
sendiri, isteri, anak, dan seluruh manusia.
2.
Menaati orang tua dalam semua apa yang mereka perintahkan dan mereka larang
baik sesuai dengan keinginan anak ataupun tidak sesuai dengan keinginan anak.
Selama keduanya tidak memerintahkan untuk kemaksiatan kepada Allah.
3.
Memberikan untuk kedua orang tua kita segala sesuatu yang kita ketahui
bahwa hal tersebut disukai oleh keduanya sebelum keduanya meminta hal itu. Hal
ini kita lakukan dengan penuh kerelaan dan kegembiraan dan selalu diiringi
dengan kesadaran bahwa kita belum berbuat apa-apa meskipun seorang anak itu
memberikan hidup dan hartanya untuk kedua orang tuanya
E.
AKHLAK KEPADA ANGGOTA MASYARAKAT ATAU JAMA’AH
Akhlak
kepada Anggota Masyarakat akhlak mulia merupakan akhlak yang berlaku dan
berlangsung di atas jalur Al-Qur’an dan perbuatan nabi Muhammad Saw. Dalam
sikap dan perbuatan. Seperti di dalam Al-Qur’an surat l-Qalam ayat 4.“Dan
sesungguhnya engkau Muhammad mempunyai akhlak yang mulia”. Dengan demikian
setiap muslim diwajibkan untuk memelihara norma-norma (agama) di masyarakat
terutama di dalam pergaulan sehari-hari baik keluarga rumah tangga, kerabat,
tetangga dan lingkungan kemasyarakatan.Sifat yang tertanam dalam jiwa, yang
dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan
pemikiran dan pertimbangan. Mengaca pada pernyataan tersebut dapat dikatakan
bahwa akhlak lahir dari sifat yang sudah ada dalam diri kita,oleh karena itu
kita harus membiasakan diri kita untuk berbuat baik kepada siapa saja. Terutama
dalam masyarakat kita dapat membiasakannya. Tolong-menolong untuk kebaikan dan
takwa kepada Allah adalah perintah Allah, yang dapat ditarik hukum wajib kepada
setiap kaum muslimin dengan cara yang sesuai dengan keadaan objek orang
bersangkutan, Allah berfirman dalam Al-Qur’ansuratAl-Maidah,ayat:2 yang
artinya: dan tolong-menolonglah kalian
dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa, dan janganlah
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran/permusuhan”.
Pergaulan
yang sesuai dengan norma-norma agama, ada beberapa yang harus di perhatikan
yakni bagaimana cara berbahasa, cara salam, cara makan dan minum, cara di
majles pertemuan, cara minta ijin masuk, cara member ucapan selamat, cara
berkelakar atau becanda, cara menjenguk orang sakit, dan cara ta’ziah.
F.
AKHLAK DA’I/MUBALLIGH/GURU/HAKIM
1.
Akhlak da’i/muballigh
Pilar
utama akhlak da’i atau muballigh dalam berdakwah yaitu berakhlakul karimah
sebagai pondasi utama dalam menanamkan nilai-nilai kepercayaan. Kemudian
dipertegas dalam aplikasinya dengan menumbuhkan sifat siddiq.
Tujuan seorang
da’I, antara lain:
Pertama, adalah
menetapkan dalam jiwa setiap muslim bahwa ajaran agamanya merupakan sistem
hidup yang terakhir yang sesuai dengan perkembangan dalam sejarah kemanusiaan,
mengatasi semua agama yang ada dipentas bumi ini dan penutup bagi seluruh
agama.
Kedua, adalah
mendorong bagi setiap muslim untuk memantapkan niat guna berjihad dalam
menegakkan agama-Nya dengan ketegaran tanpa adanya kebimbangan antara ucapan
dan tindakan.
Pelaksanaan dakwah harus memperhatikan prinsip-prinsip kepemimpinan
yang baik yaitu:
1.
Sifat terbuka
2.
Berani berkorban
3.
Aktif berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat
4.
Sanggup menjadi pelopor dan perintis dalam kebajikan
5.
Menggembangkan sifat-sifat kooperatif, kemanusiaan dan sikap-sikap
toleransi, kebijaksanaan dan keadilan social
6.
Tidak menjadi parasit atau membebani masyaraka
7.
Percaya diri dan yakin akan kebenaran yang dibawanya
8.
Optimisme dan tidak mudah putus asa
2.
Akhlak guru
Seorang guru
adalah seorang pendidik. Pendidik ialah “orang yang memikul tanggung jawab
untuk membimbing”. Pendidik tidak sama dengan pengajar, sebab pengajar itu
hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran kepada murid.
Untuk menjadi seorang pendidik yang baik, Imam
Al-Ghazali menetapkan beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh seorang guru.
Pertama, Jika praktek mengajar merupakan
keahlian dan profesi dari seorang guru, maka sifat terpenting yang harus
dimilikinya adalah rasa kasih sayang. Sifat ini dinilai penting karena akan
dapat menimbulkan rasa percaya diri dan rasa tenteram pada diri murid terhadap
gurunya. Hal ini pada gilirannya dapat menciptakan situasi yang mendorong murid
untuk menguasai ilmu yang diajarkan oleh seorang guru.
Kedua, karena mengajarkan ilmu merupakan
kewajiban agama bagi setiap orang alim (berilmu), maka seorang guru tidak boleh
menuntut upah atas jerih payahnya mengajarnya itu.Seorang guru harus meniru
Rasulullah SAW.yang mengajar ilmu hanya karena Allah, sehingga dengan mengajar
itu ia dapat bertaqarrub kepada Allah. Demikian pula seorang guru tidak
dibenarkan minta dikasihani oleh muridnya, melainkan sebaliknya ia harus
berterima kasih kepada muridnya atau memberi imbalan kepada muridnya apabila ia
berhasil membina mental dan jiwa. Murid telah memberi peluang kepada guru untuk
dekat pada Allah SWT.
Ketiga, seorang guru yang baik hendaknya
berfungsi juga sebagai pengarah dan penyuluh yang jujur dan benar di hadapan
murid-muridnya.Ia tidak boleh membiarkan muridnya mempelajari pelajaran yang
lebih tinggi sebelum menguasai pelajaran yang sebelumnya. Ia juga tidak boleh
membiarkan waktu berlalu tanpa peringatan kepada muridnya bahwa tujuan
pengajaran itu adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Keempat, dalam kegiatan mengajar seorang
guru hendaknya menggunakan cara yang simpatik, halus dan tidak menggunakan
kekerasan, cacian, makian dan sebagainya.
Kelima, seorang guru yang baik juga harus
tampil sebagai teladan atau panutan yang baik di hadapan murid-muridnya.
Bersikap toleran dan mau menghargai keahlian orang lain. Tidak mencela
ilmu-ilmu yang bukan keahliannnya atau spesialisasinya.
Keenam, seorang guru yang baik juga harus
memiliki prinsip mengakui adanya perbedaan potensi yang dimiliki murid secara
individual dan memperlakukannya sesuai dengan tingkat perbedaan yang dimiliki
muridnya itu.
Ketujuh,Memahami bakat, tabiat dan kejiwaannya
muridnya sesuai dengan tingkat perbedaan usianya.
Kedelapan, berpegang
teguh kepada prinsip yang diucapkannya, serta berupaya untuk merealisasikannya
sedemikian rupa.
3.
Akhlak hakim
Adabulqadhiadalahsalahsatutingkahlaku yang baikdanterpuji yang
harusdilaksanakanolehseorang hakim dalamberinteraksi sesame manusiadalammenjalankantugasnya.
Adil
Mustafa Basyurimenetapkanhal-hal yang harusdilaksanakanadabulqadhidalampersidanganadalah:
a. Hakim itumustaqillah,
bebasdaripengaruhdantekanan orang lain
b. Hakim
itutidakmembeda-bedakan orang yang bersidang di
hadapannya
c. Hakim
harusbernasihatmendamaikan para pihak
d. Hakim
adildalammemberikanhakberbicara
e. Setiapputusannyawajibbertawakal
f. Orang yang
memintakeadilannyamempunyaihakim ingkar
g. Memperlakukansemua
orang punyahak yang sama
h. Setiapputusannyaharusdidasarkanpadaketentuansyariat
Adapunhal-hal yang
dilarangbagi para hakim adalah:
a. Melakukankolusidengansiapapun
b. Menerimasuatupemberian
c. Membicarakanperkara
yang ditanganinyadiluaracarapersidangan
d. Melecehkansesama hakim
danpihaklainnya
e. Memberikankomentarterbukaatasputusan
hakim kecualidalamrangkapengkajianilmiah
f. Menjadianggotaatausalahsatupartaipolitikdanpekerjaanjabatan
yang dilarangolehundang-undang.
G.
AKHLAK PEMIMPIN
Seorang pemimpin muslim dalam melakukan
berbagai aktivitas kegiatannya selalu bersandar pada dasar-dasar yang sesuai
dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, diantaranya:
1.
Niat Yang
Tulus
2.
Akhlak
atau Budi Pekerti Yang Luhur
3.
Usaha
Yang Halal
4.
Menunaikan
hak orang lain
5.
Menghindari
menggunakan harta orang lain dengan cara batil
6.
Loyal
kepada orang-orang beriman
7.
Tidak
membahayakan orang lain
8.
Menjaga
komitmen terhadap peraturan dalam bingkai undang-undang syariat
Dari segi bahasa tasawuf berarti
sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana,
rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana. Sikap yang
demikian itu pada hakikatnya adalah akhlak yang mulia. Adapun pengertian
tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat bergantung pada sudut
pandang yang digunakan masing-masing. Selama ini ada tiga sudut pandang yang
digunakan para ahli untuk mendefinisikan tasawuf, yaitu sudut pandang manusia
sebagai makhluk terbatas, manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, dan
manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan
Unsur Islam
Secara
umum ajaran islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah dan jasadiah, dan
kehidupan yang bersifat batiniah. Pada unsur batiniah itulah kemudian lahirlah
tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini mendapar perhatian yang cukup besar dari
sumber ajaran islam, Al-Qur’an dan Al-Hadits serta prkatek kehidupan nabi dan
para sahabatnya.
Unsur Luar Islam
a. Unsur
Masehi
b. Unsur
Yunani
c. Unsur
Hindu/Budha
d. Unsur
Persia
C.
SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF
Sebenarnya
kehidupan sufi sudah terdapat pada diri Nabi Muhammad saw. Dimana dalam
kehidupan beliau sehari-hari terkesan amat sederhana dan menderita, disamping
menghabiskan waktunya untukk beribadah dan selalu mendekatkan diri kepada Allah
swt. Bahkan seperti diketahui, bahwa sebelum beliau diangkat sebagai Rasul
Allah, beliau seringkali melakukan kegiatan shufi dengan melakukan uzlah di Gua
Hira selama berbulan-bulan lamanya sampai beliau menerima wahyu pertama saat
diangkat sebagai Rasul Allah. Setelah Beliau resmi diangkat sebagai Nabi utusan
Allah, keadaan dan cara hidup beliau masih ditandai oleh jiwa dan suasana
kerakyatan, meskipun beliau berada dalam lingkaran keadaan hidup yang serba
dapat terpenuhi semua keinginan lantaran kekuasaannya sebagai Nabi yang menjadi
kekasih Tuhan-Nya. Pada waktu malam sedikit sekali tidur, waktunya dihabiskan
untuk bertawajjuh kepada Allah dengan memperbanyak dzikir kepada-Nya. Tempat
tidur beliau terdiri dari balai kayu biasa dengan alas tikar dari daun kurma,
tidak pernah memakai pakaian yang terdiri dari wool, meskipun mampu membelinya.
Pendek kata beliau lebih cinta hidup dalam suasana sederhana ( meskipun
pangkatnya Nabi ) Daripada hidup bermewah-mewah.
Akan
tetapi banyak para ahli sejarahmemulai Sejarah tasawuf dengan Imam Ja’far Al
Shadiq ibn Muhamad Bagir ibn Ali Zainal Abidin ibn Husain ibn Ali ibn Abi
Thalib. Imam Ja’far juga dianggap sebagai guru dari keempat imam Ahlulsunah
yaitu Imam Abu Hanifah, Maliki, Syafi’i dan Ibn Hanbal.Ucapan – ucapan Imam Ja’far
banyak disebutkan oleh para sufi seperti Fudhail ibn Iyadh Dzun Nun Al Mishri,
Jabir ibn Hayyan dan Al Hallaj. Diantara imam mazhab di kalangan Ahlulsunah,
Imam Maliki yang paling banyak meriwayatkan hadis dari Imam Ja’far.
Kaitan
Imam Ja’far dengan tasawuf, terlihat dari silsilah tarekat, seperti
Naqsyabandiyah yang berujung pada Sayyidina Abubakar Al Shidiq ataupun yang
berujung pada Imam Ali selalu melewati Imam Ja’far.Kakek buyut Imam Ja’far,
dikenal mempunyai sifat dan sikap sebagai sufi. Bahkan (meski sulit untuk
dibenarkan) beberapa ahli menyebutkan Hasan Al Bashri, sufi-zahid pertama
sebagai murid Imam Ali. Sedangkan Ali Zainal Abidin (Ayah Imam Ja’far) dikenal
dengan ungkapan-ungkapan cintanya kepada Allah yang tercermin pada do’anya yang
berjudul “Al Shahifah Al Sajadiyyah”. Tasawuf lahir dan berkembang sebagai
suatu disiplin ilmu sejak abad k-2 H, lewat pribadi Hasan Al Bashri, Sufyan Al
Tsauri, Al Harits ibn Asad Al Muhasibi, Ba Yazid Al Busthami. Tasawuf tidak
pernah bebas dari kritikan dari para ulama (ahli fiqh, hadis dll).
Praktik
– praktik tasawuf dimulai dari pusat kelahiran dan penyiaran agama Islam yaitu
Makkah dan Madinah, jika kita lihat dari domisili tokoh-tokoh perintis yang
disebutkan di atas.
Secara bahasa maqomat berarti orang yang
berdiri atau pangkal mulia. Istilah ini kemudian digunakan untuk arti sebagai
jalan yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk berada dekat dengan Allah
SWT.
Untuk
maqomat yang harus ditempuh oleh para sufi adalah sebagai berikut sesuai dengan
yang disepakati para ahli:
1.
Al-Zuhud yaitu Tidak ingin kepada sesuatu yang bersifat keduniaan.
2.
At-Taubah yaitu Memohon ampun atas segala dosa dan kesalahan
disertai janji yang sungguh-sungguh
tidak akan mengulangi perbuatan dosa tersebut, yang disertai dengan melakukan amal kebajikan.
3.
Al-Wara’ yaitu Menjauhi hal yang tidak baik.
4.
Kefakiran yaitu Tidak meminta lebih dari yang ada pada diri kita.
5.
Sabar yaitu Menjauhkan diri dari hal-hal yang bertentangan
dengan kehendak Allah, tetapi tenang ketika mendapat cobaan, dan menampakan
sikap cukup.
6.
Tawakal yaitu Apabila seorang hamba dihadapan Alloh seperti bangkai
dihadapan orang yang memandikannya, ia mengikuti semua yang memandikan tidak
dapat bergerak dan bertindak.
B.
AHWAL
Menurut Harun Nasution, Hal merupakan keadaan
mental, seperti perasaan senang, perasaan sedih, perasaan takut dan sebagainya.
Hal berlainan dengan maqam, bukan diperoleh atas usaha manusia, tetapi
diperdapat sebagai anugerah dan rahmat dari Tuhan.
Kata mahabbah berarti mencintai secara
mendalam. Kata mahabbah tersesebut selanjutnya digunakan untuk menunjukan pada
suatu paham dalam tasawuf. Dalam hubungan ini mahabbah obyeknya lebih ditujukan
kepada Tuhan. Pengertian mahabbah dari segi tasawuf dikemukakan oleh
Al-Qusyairi: “Mahabbah adalah keadaan jiwa yang mulia yang bentuknya
adalah disaksikannya (kemutlakan) Allah SWT oleh hamba, selanjutnya yang
dicintai itu juga menyatakan cinta kepada yang dikasihi-Nya dan yang seorang
hamba mencintai Allah SWT.”
Dari segi bahasa ma’rifah artinya pengetahuan
atau pengalaman. Orang-orang sufi mengatakan: “Kalau mata yang terdapat dalam
hati sanubari manusia terbuka, mata kepalanya akan tertutup, dan ketika itu
yang dilihatnya hanya Allah SWT”. “Ma’rifah adalah cermin, kalau seorang arif
melihat kecermin itu yang akan dilihatnya hanyalah Allah SWT”. “Yang dilihat
orang arif baik sewaktu tidur maupun sewaktu bangun hanyalah Allah SWT”. “Sekiranya ma’rifah mengambil bentuk
materi, semua orang yang melihat padanya akan mati karena tak tahan melihat
kecantikan dan keindahannya. Dan semua cahaya akan menjadi gelap disamping
cahaya keindahan yang gemilang”.
B.
ALAT UNTUK MENCAPAINYA
Ada tiga alat yang dapat digunakan untuk
berhubungan dengan Tuhan. Yaitu:
1.
Al-Qalb adalah hati sanubari
sebagai alat untuk mengetahui sifat-sifat Tuhan.
2.
Roh adalah alat untuk mencintai
Tuhan.
3.
Sir adalah alat untuk melihat
Tuhan.
Alat yang digunakan untuk ma’rifah telah ada
pada diri manusia, yaitu qolb (hati), karena qolb selain untuk merasa adalah
juga untuk berpikir. Bedanya qolb dengan akal adalah bahwa akal tak bisa
memperoleh pengetahuan yang sebenarnya tentang Tuhan, sedangkan qolb bisa
mengetahui hakikat dari segala yang ada, dan jika dilimpahi cahaya Tuhan, bisa
mengetahui rahasia-rahaisa Tuhan.
C.
TOKOH SUFI MAHABBAH DAN MA’RIFAH
SERTA AJARANNYA
Robiah
Al-Adawiayah adalah seorang zahid perempuan yang amat besar dari Bashroh di
Irak. Ia hidup antara tahun 713-801 H.
Dalam
literatur tasawuf dijumpai dua orang tokoh yang mengenalkan paham ma’rifah
yaitu:
1.
Al-Ghazali nama lengkapnya Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali
(1059-1111M).
2.
Zun Al-Misri berasal dari Naubah (wafat 860M).
D.
MAHABBAH DAN MA’RIFAH DALAM
AL-QUR’AN DAN AL-HADITS
Banyak
ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang menggambarkan bahwa antara manusia dengan
Tuhandapat saling bercinta, contoh ayatnya: (يأتي الله بقوم يحبهم ويحبو نه
(المائدة:
Artinya : “Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu ummat yang dicintai-Nya dan yang mencintai-Nya (QS. al-Maidah, 5:54).
Artinya : “Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu ummat yang dicintai-Nya dan yang mencintai-Nya (QS. al-Maidah, 5:54).
Didalam
hadis juga dinyatakan sebagai berikut:
ولايزال عبدى يتقرب إلي بالنوافل حتى احبه ومن احببته كنت له سمعا وبصر ويدا . Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan perbuatan-pernuatannya hingga aku cinta padanya. Orang yang Kucintai menjadi telingak, mata dan tangan-Ku.Allah SWT berfirman: ومن لم يجعل الله له نورافماله من نور (النور
ولايزال عبدى يتقرب إلي بالنوافل حتى احبه ومن احببته كنت له سمعا وبصر ويدا . Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan perbuatan-pernuatannya hingga aku cinta padanya. Orang yang Kucintai menjadi telingak, mata dan tangan-Ku.Allah SWT berfirman: ومن لم يجعل الله له نورافماله من نور (النور
Artinya
: “ Dan barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah Tiadalah Dia
mempunyai cahaya sedikitpun” (QS. An-Nur :40). Dan Rosululloh Saw Bersabda.
كنت خزينة خا فية اححببت ان اعرف فخلقت الخلق فتعرفت اليهم فعرفوني Artinya : “Aku (Alloh) adalah perbendaharaan yangtersembunyi (ghaib), Aku ingin memperkenalkan siapa Aku, maka Aku ciptakan makhluk. Oleh karena itu Aku memperkenalkan diri-Ku kepada mereka. Maka mereka itu mengenal Aku (Hadits Qudsi).
كنت خزينة خا فية اححببت ان اعرف فخلقت الخلق فتعرفت اليهم فعرفوني Artinya : “Aku (Alloh) adalah perbendaharaan yangtersembunyi (ghaib), Aku ingin memperkenalkan siapa Aku, maka Aku ciptakan makhluk. Oleh karena itu Aku memperkenalkan diri-Ku kepada mereka. Maka mereka itu mengenal Aku (Hadits Qudsi).
A.
PENGERTIAN, TUJUAN DAN KEDUDUKAN
AL-FANA, AL-BAQA DAN AL-ITTIHAD
Dari segi bahasa al-fana berarti
hilangnya wujud sesuatu. Fana berbeda dengan al-fasad (rudak). Fana artinya
tidak tampak sesuatu, sedangkan rusak berarti berubahnya sesuatu kepada sesuatu
yang lain. Sedangkan arti fana menurut para ahli sufi adalah hilangnya
kesadaran pribadi dengan dirinya sendiri atau dengan sesuatu yang lazim
digunakan pada diri. Sebagai akibat dari fana adalah baqa.
Secara harfiah baqa artinya kekal,
sedangkan menurut para sufi baqa adalah kekalnya sifat-sifat terpuji, dan sifat-sifat
tuhan dalam diri manusia. Karena lenyapnya (fana) sifat-sifat basyariah, maka
yang kekal adalah sifat-sifat ilahiah. Berbicara fana dan baqa ini erat
hubungannya dengan al-ittihad, yakni penyatuan batin dengan Tuhan,
karena tujuan dari fana dan baqa adalah al-ittihad. Dalam situasi ittihad yang
demikian itu, seorangsufi telah merasa dirinya telah bersatu dengan Tuhan,
suatu tingkatan dimana yang mencintai dan yang dicintai telah menjadi satu.
B.
TOKOH DAN PENGEMBANGNYA
Dalam
sejarah tasawuf, Abu Yazid Al-Bustami (w. 874M) disebut-sebut sebagai sufi yang
pertama kali memperkenalkan paham fana dan baqa ini.
C.
FANA, BAQA DAN ITTIHAD DALAM PANDANGAN AL-QUR’AN
Paham
fana dan baqa yang ditujukan untuk mencapai ittihad itu dipandang oleh sufi
sebagai sejalan dengan konsep liqa al-rabbi menemui Tuhan. Fana dan baqa
merupakan jalan menuju berjumpa dengan Tuhan. Hal ini sejalan dengan firman
Alloh SWT:
فمن كان يرجوا لقاء ربه فليعمل عملا صا لحا ولايثرك بعبا دة ربه احدا (الكهف)
Artinya : “Barangsiapa yang mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".(QS. Al-Kahfi : 110).
فمن كان يرجوا لقاء ربه فليعمل عملا صا لحا ولايثرك بعبا دة ربه احدا (الكهف)
Artinya : “Barangsiapa yang mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".(QS. Al-Kahfi : 110).
A.
PENGERTIAN
AL-HULUL DAN WAHDATUL WUJUD
Secara harfiah hulul berarti Tuhan mengambil
tempat dalam tubuh manusia tertentu, yaitu manusia yang telah mampu melenyapkan
sifat-sifat kemanusiaannya melalui fana. Atau dapat disimpulkan halul adalah
suatu tahap dimana manusia dan Tuhan bersatu secara rohaniah. Dalam hal ini
pada hakikatnya adalah istilah lain dari al-ittihad. Tujuan halul adalah mencapai
persatuan secara batin.
Wahdat al-wujud adalah ungkapan dua buah kata
yaitu, wahdat dan al-wujud. Wahdat artinya sediri, tunggal atau kesatuan,
sedangkan al-wujud artinya ada. Dengan demikian kata wahdat al-wujud dapat
diartikan kesatuan wujud. Paham ini selanjutnya membawa pada timbulnya paham bahwa
antara makhluk (manusia) dan al-khaliq (Allah) sebenarnya satu kesatuan dari
wujud Tuhan, sedangkan wujud makhluk adalah bayangan dari wujud Tuhan. Paham
ini dibangun dari dasar pemikiran sebagai mana dalam al-hulul bahwa Allah ingin
melihat diri-Nya diluar diri-Nya, dan oleh karena itu dijadikan-Nya alam ini.
B.
TOKOH DAN AJARANNYA
Salah satu tokoh yang mengembangkan paham al-halul adalah
Al-Hallaj. Nama aslinya adalah Husain bin Mansur al-Halaj
(244H/858M-309H/921M).
Dari segi bahasa tarikat berarti jalan,
keadaan, aliran dalam garis tertentu. Jamil Shaliba mengatakan secara harfiah
tarikat berarti jalan yang terang lurus yang memungkinkan sampai pada tujuan
dengan selamat.
Mustafa Zahri dalam hubungan ini mengatakan
tarikat adalah jalan atau petunjuk dalam melakukan suatu ibadah sesuai dangan
yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad dan dikerjakan oleh Sahabatnya, Tabi’in
turun-temurun sampai kepada guru-guru secara berantai sampai pada masa kita
ini.
Karena tarikat ini merupakan jalan yang harus
dilalui untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, maka orang yang menjalankan
tarikat ini harus menjalankan syari’at dan harus memenuhi unsur-unsur sebagai
berikut:
1.
Mempelajari ilmu pengetahuan yang
berkaitan dengan agama.
2.
Mengamati dan berusaha semaksimal
mungkin untuk megitkuti jejak guru dan melaksanakan perintahnya dan
meninggalkan larangannya.
3.
Tidak mencari-cari keringanan
dalam beramal agar tercapai kesempurnaan yang hakiki.
4.
Berbuat dan mengisi waktu
seefesien mugkin dengan segala wirid dan doa guna pemantapan dan kekhusuan
dalam mencapai maqomat yang lebih tinggi.
5.
Mengekang hawa nafsu agar
terhindar dari kesalahan yang dapat menodai amal
B.
TAREKAT YANG BERKEMBANG DI
INDONESIA
1.
Dzikir, yaitu ingat yang terus
menerus kepada Allah dalam hati seta menyebut namanya dengan lisan.
2.
Ratib, yaitu mengucapakan lafadz
la ilaha illa Allah dengan gaya, gerak dan irama tertentu.
3.
Musik, yaitu dalam membacakan
wirid dan syair tertentu diiringai dengan bunyi-bunyian seperi memukul rebana.
4.
Menari, yaitu gerak yang dilakukan
untuk mengiringi wirid dan bacaan tertentu untuk menimbulkan hidmat.
5.
Bernafas, yaitu mengatur cara
nafas dalam melakukan zikir tertentu.
A.
PENGERTIAN MASYARAKAT MODERN
Secara
bahasa masyarakat modern berarti suatu himpunan orang yang hidup bersama
disuatu tempat dengan iktan aturan tertentu yang bersiafat mutkhir.
Ciri-ciri
masyarakat modern menurut Deliar Noer:
1.
Bersifat rasional, yakni lebih mengutamakan akal pikiran daripada
pendapat emosi.
2.
Berpikir untuk masa depan yang lebih jauh, tidak hanya memikirkan
masalah yang bersifat sesaat,
tetapi selalu dilihat dampak sosialnya lebih jauh.
3.
Menghargai waktu, yaitu selalu melihat bahwa waktu adalah sesuatu
yang sangatberharga dan perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya.
4.
Bersikap terbuka, yaitu mau menerima saran, masukan, baik
berupakritik, gagasan danperbaikan darimana pun datangnya.
5.
Berpikir obyektif, yaitu melihat sesutu dari sudut fungsi dan
kegunaan bagi masyarakat
Sosiolog Prancis Jacques Ellul mengatakan
bahwa kemajuan teknologi akan memberi pengaruh sebagai berikut:
1.
Semua kemajuan teknologi menuntut
pengorbanan, yakni dari satu sisi teknologi memberi nilai tambah, tapi
pada sisi lain dapat mengurangi.
2.
Nilai-nilai manusia yang
tradisional, misalnya harus dikorbankan demi efisiensi.
3.
Semua kemajuan teknologi lebih
banyak menimbulkan masalah ketimbang memecahkan.
4.
Efek negetif teknologi tidak dapat
dipisahkan dari efek posotifnya. Teknologi tidak pernah netral. Efek negatif
dan positif terjadi secara serentak dan tidak terpisahkan.
Semua penemuan teknologi menimbulkan dampak
yang tak terduga Kehadiran ilmu pengetahuan dan teknologi telah melahirkan
sejumlah problematika masyarakat modern sebagai berikut:
a.
Disintegrasi Ilmu Pengetahuan
b.
Kepribadian Yang Terpecah (Split
Personality)
c.
Penyalahgunaan IPTEK
d.
Pendangkalan Iman
e.
Pola Hubungan Materialistik
f.
Menghalalkan Segala Cara
g.
Stres dan Frustasi
h.
Kehilangan Harga Diri dan Masa
Depannya
Banyak cara yang diajukan para ahli untuk
mengatasi masalah tersebut, dan salah satu yang hampir disepakati para ahli
adalah dengan cara mengembangakan kehidupan yang berakhlak dan bertasawuf. Kemudian
mengapa hal itu perlu?
Dengan adanya bantuan tasawuf maka ilmu
pengetahuan satu dengan lainnya tidak akan bertabrakan, karena ia berada dalam
satu jalan dan satu tujuan. Dan dipihak lain perasaan beragama yang didukung
oleh ilmu pengetahuan itu juga akan semakin mantap. Hubungan ilmu dengan
ketuhanan yang diajarkan agama jelas sekali. Ilmu mempercepat anda sampai ke
tujuan, agama menentukan arah yang dituju.
Selanjutnya tasawuf melatih manusia agar
memiliki ketajaman batin dan kehalusan budi pekerti. Sikap batin dan kehalusan
budi pekerti yang tajam menyebabkan ia akan selalu mengutamakan pertimbangan
kemanusiaan pada setiap masalah yang dihadapi. Dengan cara demikian, ia akan
terhindar dari melakukan perbuatan-perbuatan yang tercela menurut agama. Ajaran
akhlak tasawuf perlu disuntikkan ke dalam seluruh konsep kehidupan. Ilmu
pengetahuan, teknologi, ekonomi, sosial, politik, dan kebudayaan. Perlu
dilandasi ajaran akhlak tasawuf.